I. PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Mempelajari ilmu
genetika dapat mengetahui nisbah fenotip dan genotip dari keturunan yang
dihasilkan dari keturunan tertentu. Hal ini, meliputi persilangan antara dua
tertua murni untuk mendapatkan F1 heterozigot. F1
heterozigot kemudian dibuahi sendiri atau saling disilangkan (intercross)
dengan F1 yang lain untuk mendapatkan keturunan F2 atau F1
disilangkan balik dengan tertua homozigot resesif dalam suatu uji silang
(testcross). Analisis nisbah F1, F2 dan uji silang dapat
digunakan untuk menentukan dominasi, jumlah gen yang mengatur suatu sifat,
jarak peta dan urutan letak gen.
Analisis genetik
penting bagi pemulia tanaman dalam pengembangkan varietas baru. Suatu varietas
tanaman baru yang dikembangkan merupakan modifikasi dari suatu populasi.
Pemuliaan tanaman tertarik untuk mengarahkan evolusi dari suatu populasi dengan
tujuan memperbaiki sifat dari tanaman tersebut. Yang menarik bagi pemuliaan
tanaman yaitu frekuensi gen yang mengatur ketahanan penyakit dalam populasi
itu. Pengertian tentang susunan genetik populasi dan kekuatan yang mengubah
frekuensi gen berguna dalam mempertahankan konsetrasi gen yang diinginkan.
Kebanyakan sifat
tanaman yang agroekonomis sangat penting dikendalikan oleh poligen, yaitu
sejumlah gen yang terletak pada lokus yang berbeda, pengaruhnya kecil-kecil
tetapi serupa dan kumulatif. Sifat tanaman demikian peka terhadap lingkungan,
akibatnya sulit membuat klasifikasi yang tegas dari hasil segregasinya, karena
variasinya kontinyu dari ekstrim kecil sampai ekstrim besar, pengamatannya
diperlukan pengukuran-pengukuran.
Susunan gen di
dalam individu sel disebut dengan genotip, sedangkan ekspresi genotip tersebut
dinamakan dengan fenotip. Gen pengendali sifat tertentu diberi simbol huruf
pertama dari sifat tersebut. Lambang huruf besar merupakan karakter dominan,
sedangkan huruf kecil merupakan resesif. Contohnya gen T adalah simbol untuk
sifat tinggi, sedangkan gen t untuk sifat pendek. Istilah dominan digunakan
karena gen ini dapat mengalahkan ekspresi gen alel. Dalam contoh di atas, gen T
mengalahkan ekspresi gen t, sehingga ekspresi tanaman yang bergenotip Tt adalah
tinggi walaupun di dalam tanaman tersebut mengandung gen untuk sifat pendek.
B.
Tujuan
Tujuan dari
praktikum ini untuk :
1.
Menghitung frekuensi
alel dan frekuensi genotip
2.
Membuktikan hukum
Hardy-Weinberg
3.
Mengukur sifat-sifat
kualitatif
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Suatu populasi
adalah suatu kelompok individu terlokalisir yang digolongkan sebagai spesies
yang sama. Suatu populasi mungkin terisolasi dari populasi lain yang berspesies
sama, dan jarang sekali mempertukarkan materi genetiknya. Namun demikian,
populasi tidak selalu terisolir juga tidak selalu memiliki perbatasan yang
jelas. Satu pusat populasi yang padat bisa saja berbaur dengan populasi lain
dalam suatu wilayah, dimana anggota spesies itu ditemukan dalam jumlah sedikit.
Meskipun populasi ini tidak terisolir, individu-individu masih lebih terpusat
pada bagian tengah populasinya sehingga lebih mungkin untuk kawin dengan
anggota populasi yang sama dibandingkan dengan anggota populasi lain (Campbell,
2003).
Keseluruhan dari
alel-alel setiap gen dalam suatu populasi disebut lungkang gen (gene pool) dari populasi tersebut.
Masing-masing individu membawa sebagian alel, tetapi individu-individu datang
dan pergi. Akan tetapi, gene pool
total berlanjut sebagai sebuah representasi konstan suatu populasi.
Perubahan-perubahan pada frekuensi spesifik alel-alel tertentu merupakan bahan
mentah bagi evolusi. Pada awalnya, perubahan kecil pada frekuensi alel tidak
menghasilkan perubahan yang teramati pada populasi, tetapi dalam jangka waktu
yang lama perubahan-perubahan frekuensi alel menghasilkan perubahan
karakteristik (Fried,
2006).
Hukum
Hardy-Weinberg dikemukakan oleh Godfrey Harold Hardy, seorang ahli matematika
inggris dan Wilhelm Weinberg, seorang ahli fisika Jerman pada tahun 1908 yang menyatakan bahwa dalam suatu
kondisi stabil frekuensi gen dan genotip dalam suatu populasi selalu tetap dari
generasi ke generasi berikutnya yang berkembang biak secara seksual. Hukum ini
membuktikan bahwa presentase individu yang homozigot dengan alel dominan,
homozigot dengn alel resesif, dan heterizigot akan tetap sama dari generasi ke
generasi berikutnya asalkan pasangan reproduktif tersebut terjadi secara acak.
Hukum Hardy-Weinberg berlaku bila syarat berikut terpenuhi (Setiowati dan Furqonita,
2007).
1. Perkawinan
antara genotip yang satu dengan genotip yang lain terjadi
secara acak.
2. Masing-masing
genotip memiliki kemampuan hidup (viabilitas) dan
3. fertilitas
yang sama.
4. Jumlah
anggota populasi besar.
5. Tidak
terjadi mutasi dan seleksi alam.
6. Tidak
ada perpindahan (migrasi) populasi.
Secara sederhana hukum
Hardy-Weinberg dapat dirumuskan sebagai berikut.
(p + q) X (p + q) = 1
p2
+ 2pq + q2 = 1
Pewarisan pada
sifat keturunannya dapat merupakan sifat kualitatif atau kuantitatif.
Pengelompokan berdasarkan sifat kualitatif lebih mudah karena sebarannya
discrete dan mudah dilakukan dengan melihat apa yang tampak. Misalnya
persilangan antara jagung kuning dan jagung putih keturunannya akan mudah
dibedakan menjadi kelompok yang berwarna kuning, kuning muda, dan putih.
Sebaliknya, persilangan antara dua jenis padi yang masing-masing memiliki
tinggi tanaman 150 cm dan 125 cm keturunannya akan memiliki ketinggian
bermacam-macam dengan kisaran tertentu. Untuk sifat kualitatif, karena
sebarannya merupakan sebaran discrete pengujian banyak dilakukan dengan
menggunakan Chi-Squared Test;
sedangkan untuk sifat kuantitatif dilakukan dengan analisis varian dan
modifikasinya (Setiowati dan Furqonita, 2007).
Penilaian secara
visual ataupun dengan pengukuran semuanya dalam pemuliaan tanaman didasarkan
pada apa yang dilihat atau tampak. Perwujudan yang tampak tersebut disebut
fenotip yang merupakan penampilan suatu genotip tertentu pada suatu lingkungan
tertentu dimana mereka tumbuh. Jadi jelas bahwa fenotip sangat tergantung pada
faktor genetik dan pengaruh lingkungan. Pernyataan tersebut dituliskan sebagai:
P = G + E, dimana P adalah fenotip
G adalah genotip
E adalah lingkungan
Apabila ekspresi fenotip hanya
ditentukan oleh genotip, berarti lingkungan tidak berpengaruh sama sekali,
seratus persen fenotip dikendalikan oleh faktor genetiknya. Sebaliknya, bila
fenotip lebih banyak ditentukan oleh faktor lingkungan peranan faktor genetik
tidak besar (Mangoendijodjojo, 2003).
III.
METODE
PRAKTIKUM
A.
Bahan
dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu
kantong plastik berisi kacang tanah, kantong plastik berisi kancing warna
(hijau, merah muda, putih, merah),label dan lembar pengamatan. Alat yang
digunakan adalah timbangan elektrik, kalkulator dan alat tulis.
B.
Prosedur
kerja
Percobaan 1
Suatu populasi
yang sudah dalam keadaan seimbang, tersusun dari individu-individu dengan warna
merah (MM), putih (Mm), dan kuning (mm).
1.Diambil
200 individu secara acak.
2.Warna
individu yang terpilih dicatat.
3.Frekuensi
genotip dan frekuensi dihitung.
4.Data
dimasukkan ke dalam tabel uji x2.
Percobaan 2
1.Kantong
berjumlah 2 yang masing-masing berisi kancing warna disiapkan.
2.Ambil
secara acak kancing dari setiap kantong secara bersamaan masing-masing 1 buah.
3.Apabila
kancing warna yang keluar adalah warna hijau hijau maka GG, jika warna hijau
putih maka Gg, dan jika putih putih maka gg.
4.Pengambilan
dilakukan sebanyak 100x.
5.Frekuensi
genotp dan frekuensi allele digitung
6.Data
dimasukkan ke dalam tabel uji x2.
Percobaan 3
1.Individu
dari populasi kacang tanah diambil, kemudian ditimbang.
2.Pengambilan
dilakukan sebanyak 200x.
3.Catat
bobot dari setiap biji kacang tanah yang diambil kemudian dibuat grafik.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Percobaan 1
Data : Merah (MM) = 56 x ,
Putih (Mm) = 92 y, Kuning (mm) = 52 z
Frekuensi allele
P2 + 2pq + q2 = 1 Maka
q2 =
P + q = 1 =

mm = z q
=
= 0,5
z = 52 p
= 1 – q = 1- 0,5 = 0,5
Frekuensi
genotip
PP = (P) 2 × 100%
=(0,5) 2 × 100%
= 25 %
2pq = 2 (p) (q) × 100%
=
2 (0,5) (0,5) × 100%
=
50%
qq = (q)2 × 100%
= (q)2 × 100%
=
25%
∑ = PP + 2pq + qq = 100%
Tabel
18. Uji X2
|
MM
|
Mm
|
mm
|
Jumlah
|
Observasi (O)
|
56
|
92
|
5
|
200
|
Harapan (E)
|
x 200 = 50
|
x 200 = 100
|
1/4
x 200=50
|
200
|
(|O-E|)
2
|
( 2
|
( 2
|
( 2
|
|
|
|
|
|
|
X2
|
0,72
|
0,64
|
0,08
|
1,44
|
X2
tabel 5,99
X2 hitung 1,44
Kesimpulannya
yaitu X2
tabel
X2 hitung, artinya hasil
perbandingan sesuai dengan teori perbandingan Hukum Hardy-Weinberg
Percobaan 2
Frekuensi allele
Merah (MM) = 27 x
Merah-kuning (Mm) = 43 y
Kuning(mm) = 30 z
z = 30
q2 =
q =
= 0,54
p = 1 – q = 1- 0,54 = 0,46
Frekuensi
genotip
PP = (p)2
x 100%
=
(0,46)2
x 100%
=21,16%
pq = 2 (p) (q) x 100%
=
2 (0,46) (0,54) x 100%
= 49,68%
qq = (q)2
x 100%
= (0,54)2
x 100%
= 29,16%
PP
+ 2pq + qq = 100%
Tabel
19. Uji X2
|
MM
|
Mm
|
mm
|
Jumlah
|
Observasi (O)
|
27
|
43
|
30
|
100
|
Harapan (E)
|
x 100 = 25
|
x 100 = 50
|
1/4
x 100=25
|
100
|
(|O-E|) 2
|
(|27-25|) 2
|
(|43-50|)
2
|
(|30-25|)
2
|
57
|
|
|
|
|
|
2,14
|
X2
|
0,16
|
0,98
|
1
|
2,14
|
X2
tabel 5,99
X2 hitung 2,14
Kesimpulannya
yaitu X2
tabel
X2 hitung, maka
hasil pengujian signifikan atau sesuai dengan perbandingan 1 : 2 : 1
Percobaan 3
Tabel
20. Bobot kacang tanah (gram)
Bobot
|
0,2
|
0,3
|
0,4
|
0,5
|
Jumlah
|
23
|
46
|
29
|
2
|
Kesimpulan : bobot
rata-rata kacang tanah adalah 0,35 g
B.
Pembahasan
Genetika adalah
ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat-sifat induk kepada keturunannya.
Genetika populasi disebut juga populasi mendelian. Populasi mendelian ialah
sekelompok individu suatu spesies yang berreproduksi secara seksual, hidup di
tempat tertentu pada saat yang sama, dan diantara mereka terjadi perkawinan (interbreeding) sehingga masing-masing
akan memberikan kontribusi genetik ke dalam lengkang gen (gene pool), yaitu sekumpulan informasi genetik yang dibawa oleh
semua individu di dalam populasi. Deskripsi susunan genetik suatu populasi
mendelian dapat diperoleh apabila kita mengetahui macam genotipe yang ada dan
juga banyaknya masing-masing genotipe populasi tertentu. Misalnya terdapat tiga
macam genotipe, yaitu AA, Aa, dan aa, maka proporsi atau persentase genotipe
AA, Aa, dan aa akan menggambarkan susunan genetik populasi tempat mereka
berada. Adapun nilai proporsi atau persentase genotipe tersebut dikenal dengan
istilah frekuensi genotipe (Crowder, 1986).
Genotipe AA, Aa,
dan aa masing-masing 30, 50, dan 20 individu, maka frekuensi genotipe AA = 0,30
(30%), Aa = 0,50 (50%), dan aa = 0,20 (20%). Misalkan frekuensi alel A di
umpamakan p dan frekuensi alel a diumpamakan q, maka kemungkinan kombinasi
spermatozoa dan sel telur pada perkawinan individu heterozigotik Aa x Aa ialah
sebagai berikut :
Ovum spermatozoa A(p) a(q) A (p)
AA(p2) Aa(pq) a(q) Aa(pq) aa(q2).
Jumlahnya adalah p2 (AA)+ 2pq (Aa)
+ q2 (qq) (Stanfield,1991).
Beberapa faktor yang mempengaruhi
frekuensi gen:
1.Mekanisme
pemisahan
Setiap mekanisme
yang menghalang-halangi penukaran gen dinamakan mekanisme pemisah. Mekanisme pemisah
ini di dapat berupa letak geografis atau fisis, seperti jarak yang berjauhan
atau terpisahnya populasi oleh samudra atau pegunungan.
2.Mekanisme
lain
Bercampurnya
gen-gen dari populasi lain dapat menyebabkan frekuensi gen dalam suatu populasi
dapat berubah.
3.Mutasi
Pada dasarnya mutasi
adalah perubahan dalam genotip suatu individu yang terjadi secara tiba-tiba dan
secara random. Perubahan ini sebenarnya menyangkut perubahan yang terjadi pada
bahan genetik, akan tetapi biasanya perubahan karena aberasi kromosom pun
diikuitsertakan (Agus, 2013).
Frekuensi
genotip dan frekuensi alel merupakan karakteristik genetik suatu populasi.
Frekuensi genotip adalah nisbah individu bergenotip tertentu terhadap
keseluruhan individu dalam populasi. Frekuensi alel adalah nisbah alel tertentu
terhadap keseluruhan alel dalam populasi. Hukum keseimbangan Hardy Weinberg
menyatakan bahwa frekuensi allele dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi
akan tetap konstan yaitu berada dalam keseimbangan dari satu generasi ke
generasi berikutnya kecuali apabila terdapat pengaruh tertentu yang mengganggu
keseimbangan tersebut. Populasi besar yang alami, tiap individunya memiliki
peluang yang sama untuk kawin antar individu dalam populasi tersebut (kawin
acak) dan jika tidak ada faktor-faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya
perubahan frekuensi genotip ataupun frekuensi alelnya, maka frekuensi genotip
dan alel dari populasi tersebut akan tetap sepanjang generasi, itulah
keterkaitan frekuensi genotip dan alel dengan ilmu genetika. Keterkaitan frekuensi
allele dan frekuensi genotipe dengan
keseimbangan Hardy Weinberg yaitu frekuensi genotipe dan frekuensi allele dapat dicari dengan rumus hukum
kesetimbangan Hardy Weinberg, tetapi dengan catatan asumsi-asumsi dari hukum
Hardy Weinberg terpenuhi. Frekuensi genotipe yang terbanyak akan memunculkan
suatu sifat kuantitatif yang dapat diamati oleh indra penglihatan manusia, bisa
dengan cara pengukuran sifat kuantitatif (Pharmawari, 2009).
Menurut hukum
Hardy Weinberg jika individu-individu dalam populasi melakukan atau mengadakan
persilangan secara acak dan beberapa asumsi terpenuhi, maka frekuensi alel
dalam populasi akan tetap dalam keseimbangan yang stabil, yaitu tidak berubah
dari generasi ke generasi berikutnya. Tiap gamet yang terbentuk akan sebanding
dengan frekuensi masing-masing alelnya dan frekuensi tiap tipe zigot akan sama
dengan hasil kali dari frekuensi gamet-gametnya. Beberapa asumsi yang mendasari
perolehan keseimbangan genetik seperti diekspresikan dalam persamaan Hardy
Weinberg adalah :
1.Populasi
itu tidak terbatas besarnya dan melakukan secara acak (panmiktis).
2.Tidak
terdapat seleksi, yaitu setiap genotip yang dipersoalkan dapat bertahan hidup
sama seperti yang lain (tidak ada kematian diferensial).
3.Populasi
itu tertutup yaitu tidak terjadi perpindahan (migrasi).
4.Tidak
ada mutasi dari satu alelik kepada yang lain. Mutasi diperbolehkan jika laju
mutasi maju dan kembali adalah sama atau ekuivalen.
5.Terjadi
meiosis normal, sehingga hanya peluang yang menjadi faktor operatif dalam
gametogenesis.
Dalam suatu populasi, jika terjadi perubahan
dalam keseimbangan populasi tersebut maka akan terjadi pelanggaran batasan
hukum Hardy Weinberg akan menyebabkan poulasi tersebut bergerak menjauhi
frekuensi keseimbangan gametik dan zigotik (Stanfield, 1991).
Karakter sifat
kuantitatif ialah penampilan yang tidak tampak dari luar dan tidak dapat
diamati dengan mata telanjang, tetapi dapat diukur dengan satuan tertentu,
misalnya tinggi tanaman dan hasil produksi. Karakter tersebut didukung oleh
banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga menghasilkan
ekspresi fenotip sebagai sifat kuantitatif (Prana, 2003).
Sifat kualitatif
merupakan sifat yang melibatkan jumlah gen yang berkontribusi pada variabilitas
fenotip dan derajat di mana fenotip itu dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor
lingkungan. Contoh pada tanaman cabai tetua besar disilangkan dengan tetua
cabai keriting turunan pertama (F1) dan turunan pertama resiprokal
masing-masing 20 tanaman. Disilangkan balik ke tetua betina dan tetua jantan
masing-masing terdiri atas 100 tanaman. Populasi turunan kedua (F2)
masing-masing 200 tanaman. Sifat kuantitatif merupakan sifat yang dapat diatur
oleh banyaknya gen (mungkin 10 sampai 100 atau lebih), masing-masing
berkontribusi terhadap fenotip sehingga individunya tidak dapat dideteksi
dengan metode-metode Mendel. Contoh pewarisan sifat kuantitatif pada manusia
adalah perbedaan warna kulit yang memperlihatkan variasi kuantitatif antara
warna muda sampai hitam arang ( Abdullah dkk, 2011).
Tahun 1909,
seorang ahli genetika Swedia Nilson Ehle menganalisis hasil pewarisan warna
biji gandum terigu dan berhasil menyumbangkan suatu konsep yang sangat penting
dalam genetika. Arti penting dari hasil Nilson Ehle terletak pada faktor bahwa
sifat-sifat itu tidak selalu ditentukan oleh pasangan gen yang berbeda yang
berinteraksi menghasilkan suatu fenotip tertentu. Sebelumnya pada tahun 1760
Kolreuter telah memperhatikan peristiwa tersebut dari percobaannya dengan
menggunakan tanaman tembakau (Nicotiana
tabacum). Akan tetapi karena pada waktu itu hukum-hukum keturunan belum
ditemukan sehingga belum dapat ditemukan (Suryo, 1983).
Situasi yang
diamati Nilson Ehle dan Kolreuter disebut pewarisan poligen dan melibatkan
pewarisan ciri-ciri kuantitatif. Sifat kuantitatif diatur oleh gen-gen ganda
(multiple gen atau poligen) . Aksi gen kumulatif ini setiap alel pada lokus
tersebut akan menambah atau mengurangi nilai fenotip. Mekanisme pewarisan ini
sering juga disebut pewarisan faktor majemuk. Genetika kuantitatif menerapkan
hukum pewarisan Mendel untuk gen dengan pengaruh yang kecil atau lemah. Selain
itu, diasumsikan pula bahwa tidak hanya sedikit gen yang mengendalikan suatu
sifat melainkan banyak gen. Karena itu, sifat kuantitatif sering disamakan
dengan sifat poligenik. Pewarisan genetik adalah aspek pertama yang dipelajari
orang dalam genetika karena berkaitan langsung dengan fenotip, sebagai contoh
Gregor Johann Mendel mempelajari pewarisan tujuh sifat pada tanaman kapri, atau
Karl Pearson (salah satu pelopor genetika kuantitatif) mempelajari pewarisan
ukuran tubuh orang tua dan anaknya (Suryo, 1983).
Ada tiga
kelompok sifat yang pewarisannya langsung sebagai sifat kuantitatif,
masing-masing adalah :
1. Sifat kontinyu, yaitu sifat yang
bervariasi diantara kedua ekstrim tanpa ada pemisahan tegas dari satu fenotip
ke fenotip berikutnya. Contohnya yaitu produksi susu sapi, produksi padi, laju
tumbuh tanaman, serta tekanan darah pada manusia, dapat dipahami bahwa pada
sifat kontinyu banyaknya fenotip yang mungkin muncul di antara kedua ekstrim
menjadi tidak terbatas.
2. Sifat meristik, yaitu sifat
kuantitatif yang fenotipnya ditentukan melalui perhitungan. Karena penentuannya
dilakukan dengan perhitungan, maka sifat meristik mempunyai sifat sebaran
fenotip yang tidak kontinyu. Akan tetapi dilihat dari cara pewarisannya, sifat
ini termasuk sifat kuantitatif. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor ayam
betina, jumlah bulir padi tiap malai, jumlah biji kedelai tiap polong merupakan
contoh sifat meristik.
3. Sifat ambang, yaitu sifat yang
hanya mempunyai dua atau beberapa kelas fenotip, tetapi pewarisannya ditentukan
oleh banyak gen dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti halnya sifat
kuantitatif pada umumnya. Contohnya dapat ditemukan diberbagai kelainan bawaan
pada manusia. Hal ini kita mungkin hanya mengenal individu yang normal dan
abnormal, namun sebenarnya tiap individu memiliki resiko dasar menuju kondisi
abnormal tersebut. Jika besar resikonya berada di bawah nilai ambang, maka
individu yang bersangkutan akan memiliki fenotip normal. Sebaliknya, jika
besarnya resiko berada di atas nilai ambang, muncullah kondisi itu (Stanfield,
1991).
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa pada percobaan 1,
frekuensi allele q adalah 0,5 dan allele p 0,5, sedangkan untuk frekuensi
genotipnya yaitu PP 25%, 2pq
50%, dan qq 25%. Kemudian dicari nilai X2 untuk membuktikan hasil
yang didapat sesuai dengan hukum Hardy Weinberg atau tidak. Setelah ditemukan X2,
maka selanjutnya
dibandingkan X2 hitung dengan X2 tabel. Hasil yang didapatkan
adalah X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel, sehingga
hasilnya yaitu signifikan (pengujian sesuai dengan Hukum Hardy Weinberg). Pada
percobaan 2, frekuensi allele q adalah 0,54
dan allele p 0,46, sedangkan untuk frekuensi genotipnya yaitu PP 21,16%, 2pq 49,68%, dan qq 29,16%. Setelah diuji dengan rumus X2
tabel, hasil yang didapatkan X2
hitung lebih kecil dari X2 tabel, sehingga membuktikan bahwa pengujian tersebut signifikan atau sesuai dengan
Hukum Hardy-Weinberg. Percobaan 3 menyimpulkan
bahwa di dalam suatu populasi (100 biji kacang tanah), peluang munculnya bobot
kacang tanah 0,2 gram adalah 23%, peluang munculnya biji kacang tanah dengan
bobot 0,3 gram yaitu sebesar 46%, peluang munculnya biji kacang tanah yang
berbobot 0,4 gram sebesar 29%, dan
peluang munculnya biji kacang tanah yang berbobot
0,5 gram ada 2%, artinya dalam populasi tersebut sifat dominan ada pada biji kacang tanah
dengan bobot 0,3 gram dan rata-rata bobot
kacang tanah adalah 0,35 gram.
Menurut
Suprapto (2004) biji kacang tanah terdapat di dalan polong. Kulit luar (testa)
bertekstur keras, berfungsi untuk melindungi biji yang berada di dalamnya. Biji
terdiri atas lembaga dan keeping biji, diliputi oleh kulit ari tipis(tegmen).
Biji berbentuk bulat agak lonjong atau bulat dengan ujung agak datar karena
berhimpitan dengan butir biji yang lain selagi di dalam polong. Warna kulit
biji bervariasi: merah jambu, merah, cokelat, merah tua, dan ungu. Biji kecil
berukuran sekitar 20 g/100 biji, biji sedang sekitar 50 g/100 biji, dan biji
besar lebih dari 50 g/100 iji. Varietas local pada umumnya memiliki biji kecil
yaitu 30-40 g/100 biji. Rendemen biji dari polong berkisar antara 50 %-70 %.
Data
mengenai sifat kuantitatif dapat disajikan dalam bentuk sebaran frekuensi, baik
menggunakan tabel maupun grafik. Biasanya kita cukup menampilkan nilai-nilai
tertentu yang mengambarkan sebaran frekuensi untuk suatu sifat kuantitatif.
Nilai yang dimaksudkan ini adalah nilai statistik. Ada dua nilai statistik yang
paling sering digunakan untuk menggambarkan sebaran frekuensi untuk suatu sifat
kuantitatif, yaitu
1.Nilai
tengah atau rata-rata. Nilai ini merupakan pusat sebaran frekuensi. Besarnya nilai
tengah suatu populasi (ยต) ditaksir atas dasar nilai tengah sampel individu yang
diambil dari populasi tersebut.
2.Ragam
atau varian . Nilai ini merupakan ukuran sebaran data disekitar nilai
rata-rata. Data yang sangat tersebar akan menghasilkan nilai ragam yang tinggi,
dan sebaliknya, data yang cenderung mengelompok akan memberikan nilai ragam
yang rendah (Stanfield, 1991).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Frekuensi
alel pada percobaan 1 adalah 0,5 dan frekuensi alel pada
percobaan 2 adalah 0,46, sedangkan frekuensi genotip pada percobaan 1 PP ( 25%
), 2pq ( 50% ), qq ( 25% ) dan frekuensi genotip pada percobaan 2 PP ( 21,16%
), 2pq ( 49,68 ), qq ( 29,16% )
2. Percobaan 1 dan percobaan 2 sesuai dengan hukum
Hardy-Weinberg
3. Rata-rata bobot kacang tanah adalah 0,35 g
B.
Saran
Praktikum sudah
berjalan dengan baik dan selama praktikum harus tetap menjaga kebersihan ruangan
dan ketertiban.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah
dkk. 2011. “Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif padaTiga Kelompok
Cabai”. Bulletin Plasma Nutfah. Vol.
17 No.2: 73-79.
Agus, Rosana dan Sjafaraenan.2013. Penuntun Praktikum Genetika. Universitas
Hasanuddin ; Makassar.
Campbell, Neil A., dkk.2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1.Penerbit Erlangga; Jakarta.
Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan .Gadjah Mada. University Press; Yogyakarta.
Fried, George. 2006. Schaum’s
Outlines Biologi. Penerbit Erlangga ; Jakarta.
Mangoendidjojo.
2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kansisius ; Yogyakarta.
Pharmawati M. 2009. Optimalisasi ekstraksi DNA dan
PCR-RAPD pada Grevilla sp (Proteaceaceae).
Jurnal Biologi XIII (1):12-16.
Prana TK, Hartati NS. 2003. Identifikasi sidik jari
DNA Talas (Colocasia esculente L. Schoot) Indonesia dengan teknik RAPD. Jurnal Natur Indonesia 5(2) : 107-112.
Setiowati,T dan Deswaty, F. 2007. Biologi Interaktif (untuk SMA/MA).Azka Press; Jakarta
Stanfield, W. D. 1991. Genetika Edisi Kedua. Erlangga ; Jakarta.
Suryo. 1983. Genetika
. Gadjah Mada University Press ;
Yogyakarta.
Suprapto. 2004. Bertanam Kacang Tanah (Arachis hypogaea
L.). Penebar Swadaya ; Jakarta