pub-7383082083714536 arsip

Jumat, 27 Desember 2024

Nilai dari Teknologi Mekanisasi Pertanian (combine harvester) di Desa Waiketam Baru, Kec. Bula Barat, Kab. Seram Bagian Timur

 


Nilai dari Teknologi Mekanisasi Pertanian (combine harvester) di Desa Waiketam Baru, Kec. Bula Barat, Kab. Seram Bagian Timur

 

1. Gambaran Umum Desa Waiketam Baru

Desa Waiketambaru yang terletak di Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku, memiliki potensi besar di sektor pertanian karena kondisi geografis dan iklimnya yang mendukung berbagai jenis tanaman. Desa Waiketam Baru berada di kawasan yang memiliki tanah subur dengan curah hujan yang cukup stabil. Wilayahnya didominasi oleh lahan pertanian, perkebunan, dan sebagian kecil hutan. Tanah yang subur ini memberikan peluang besar bagi pertanian berbagai komoditas. Pertanian di Desa Waiketam Baru merupakan sektor ekonomi utama bagi sebagian besar penduduk. Beberapa komoditas utama yang ditanam meliputi:

· Padi: Padi merupakan salah satu komoditas pokok yang dihasilkan oleh para petani di desa ini. Sistem sawah yang diterapkan adalah irigasi sederhana yang bergantung pada musim hujan.

· Jagung: Selain padi, jagung juga banyak dibudidayakan sebagai bahan pangan dan pakan ternak.

· Ubi Kayu dan Ubi Jalar: Kedua jenis ubi ini menjadi tanaman alternatif yang tumbuh subur di lahan-lahan kering di sekitar desa.

· Sayuran dan Buah-buahan: Penduduk juga menanam berbagai jenis sayuran dan buah-buahan, seperti tomat, cabai, pepaya, dan pisang, baik untuk konsumsi lokal maupun dijual di pasar terdekat.

Di samping tanaman pangan, beberapa warga mengelola perkebunan kecil. Komoditas perkebunan meliputi:

· Kelapa: Banyak warga desa yang mengelola kebun kelapa untuk menghasilkan kopra, yang kemudian dijual sebagai komoditas ekspor.

· Cengkeh dan Pala: Tanaman rempah seperti cengkeh dan pala juga cukup dominan di beberapa area perkebunan di desa ini.

Sebagian besar petani di Desa Waiketambaru masih menggunakan metode pertanian tradisional. Penggunaan alat-alat sederhana serta ketergantungan pada curah hujan masih umum ditemui. Namun, upaya peningkatan produktivitas dengan menerapkan teknik-teknik pertanian modern mulai diperkenalkan, meski belum merata.

Beberapa tantangan yang dihadapi oleh sektor pertanian di Desa Waiketambaru meliputi:

· Irigasi: Sistem irigasi yang belum memadai membuat petani sangat bergantung pada musim hujan.

· Akses Pasar: Akses transportasi yang terbatas ke daerah-daerah pemasaran yang lebih besar menjadi kendala untuk mendistribusikan hasil pertanian.

· Peralatan Pertanian: Kurangnya alat-alat pertanian modern dan pendanaan sering kali membatasi kemampuan petani dalam meningkatkan hasil produksi.

· Penyuluhan Pertanian: Kurangnya program penyuluhan pertanian dari pemerintah juga menjadi tantangan dalam pengenalan teknologi baru.

Desa Waiketambaru memiliki potensi besar untuk pengembangan sektor pertanian yang lebih maju. Dengan adanya program-program peningkatan infrastruktur pertanian seperti irigasi, akses ke teknologi modern, dan peningkatan akses pasar, produktivitas pertanian desa ini dapat berkembang lebih baik di masa depan. Secara keseluruhan, Desa Waiketambaru merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi besar di sektor agrikultur di Kecamatan Bula Barat, dengan fokus pada komoditas pangan dan perkebunan yang beragam.

Sumber: Data Monografi Desa Waiketambaru (2019)

 

2. Nilai dari Teknologi Mekanisasi Pertanian (combine harvester) untuk meningkatkan produktivitas pertanian di Desa Waiketam Baru

Di Desa Waiketam Baru Combine Harvester baru mulai diperkenalkan pada tahun 2017 melalui bantuan dari Kementerian Pertanian (Sumber: wawancara dengan penyuluh pertanian).Combine Harvester adalah mesin pemanen padi yang dapat memotong bulir tanaman yang berdiri, merontokkan, dan membersihkan gabah sambil berjalan di lapangan. Dengan demikian waktu pemanenan padi menjadi lebih singkat dibandingkan dengan menggunakan tenaga manusia (manual) serta tidak membutuhkan jumlah tenaga kerja manusia yang besar seperti pada pemanenan tradisional. Sehingga kehadiran mesin pemanen padi combine harvester dianggap mampu meningkatkan efisien panen. Penggunaan mesin combine harvester dapat menekan kehilangan hasil panen (loses) dengan persentase kehilangan hanya 2-4 %, sedangkan pemanenan secara tradisional persentase kehilangan hasil panen sebesar 6-8 %. Munculnya mesin pemanen padi ini tentu sangat berguna bagi para petani karena dapat memangkas waktu pemanenan dan memangkas biaya panen yang besar jika dilakukan dengan cara manual atau dengan menggunakan jasa buruh tani.

3. Mekanisme Pengadopsian Nilai dari Teknologi Mekanisasi Pertanian (combine harvester) untuk meningkatkan produktivitas pertanian di Desa Waiketam Baru

Masyarakat di Desa Waiketam Baru, Kecamatan Bula Barat, dapat mengadopsi nilai dari teknologi mekanisasi pertanian seperti combine harvester melalui program penyuluhan yang terstruktur dan berkelanjutan dari Dinas Pertanian Kab. Seram Bagian Timur. Penyuluh pertanian memberikan pemahaman mendalam tentang manfaat combine harvester, seperti efisiensi dalam waktu panen, penghematan biaya tenaga kerja, dan peningkatan kualitas hasil panen. Penyuluhan ini melibatkan demonstrasi langsung di lapangan sehingga petani dapat melihat secara praktis bagaimana alat ini bekerja. Penyuluh mengundang petani ke lahan percontohan untuk melihat bagaimana combine harvester dioperasikan dan diterapkan dalam siklus pertanian mereka. Penyuluh memberikan simulasi biaya jangka panjang, membandingkan metode tradisional dengan penggunaan combine harvester untuk menyoroti penghematan yang mungkin dicapai. Dinas Pertanian Kab. Seram Bagian Timur juga memberikan pelatihan teknis terkait cara menjalankan, merawat dan memperbaiki alat combine harvester yang dilakukan secara berkala untuk memastikan petani memahami seluruh aspek teknis alat tersebut.

(Sumber: Wawancara dengan penyuluh pertanian Kab. Seram Bagian Timur)

 

4. Dampak dari Pengadopsian Nilai dari Teknologi Mekanisasi Pertanian (combine harvester) untuk meningkatkan produktivitas pertanian di Desa Waiketam Baru

Adopsi teknologi mekanisasi pertanian, khususnya penggunaan combine harvester, di Desa Waiketam Baru, Kecamatan Bula Barat, memiliki berbagai dampak positif dan negatif terhadap produktivitas pertanian dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat setempat.

Dampak Positif yang dirasakan oleh masyarakat desa Waiketam Baru adalah:

a. Peningkatan Produktivitas: Penggunaan combine harvester dapat meningkatkan efisiensi panen, mengurangi waktu yang diperlukan, dan meminimalkan kehilangan hasil panen. Hal ini berkontribusi pada peningkatan produktivitas pertanian secara keseluruhan.

b. Efisiensi Biaya: Mekanisasi panen dengan combine harvester dapat mengurangi biaya tenaga kerja, karena alat ini mampu menggantikan pekerjaan manual yang biasanya membutuhkan banyak tenaga kerja. Selain itu, penggunaan combine harvester juga dapat mengurangi biaya produksi per unit, sehingga meningkatkan keuntungan petani.

c. Peningkatan Kualitas Hidup: Dengan meningkatnya produktivitas dan efisiensi, pendapatan petani dapat meningkat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Selain itu, mekanisasi pertanian juga dapat mengurangi beban kerja fisik petani, sehingga meningkatkan kesejahteraan mereka

Dampak negatif dari penggunaan combine harvester adalah:

a. Pengurangan Tenaga Kerja: Adopsi combine harvester dapat mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manual, yang dapat menyebabkan pengangguran atau kehilangan mata pencaharian bagi pekerja yang sebelumnya terlibat dalam proses panen tradisional.

b. Ketergantungan pada Teknologi: Terlalu bergantung pada teknologi dapat membuat petani rentan terhadap kerusakan mesin atau masalah teknis lainnya, yang dapat mengganggu proses panen dan produksi. Selain itu, biaya perawatan dan suku cadang juga dapat menjadi beban tambahan bagi petani.

c. Dampak Lingkungan: Penggunaan mesin pertanian dapat meningkatkan konsumsi bahan bakar fosil dan emisi gas rumah kaca, yang berkontribusi pada perubahan iklim. Selain itu, mekanisasi juga dapat menyebabkan degradasi tanah jika tidak dilakukan dengan praktik yang berkelanjutan

Untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan dampak negatif dari adopsi combine harvester, penting bagi masyarakat Desa Waiketam Baru untuk menerima penyuluhan dan pelatihan yang tepat. Hal ini akan membantu mereka memahami cara penggunaan alat tersebut secara efektif dan berkelanjutan, serta mengantisipasi perubahan sosial dan ekonomi yang mungkin terjadi.

Fasilitasi Pengorganisasian Masyarakat


Fasilitasi Pengorganisasian Masyarakat

 

Pengorganisasian adalah aktivitas menyusun dan membentuk hubungan-hubungan kerja antara orang- orang sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan- tujuan yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah agar masyarakat dan organisasi masyarakat dapat menjadi sarana pemberdayaan masyarakat yang selanjutnya bermanfaat bagi masyarakat untuk memperjuangkan kepentingan bersama, memperoleh kesetaraan dalam berusaha, membangun kemitraan dalam mewujudkan kesejahteraan menuju kemandirian. Prinsip utama pengorganisasian masyarakat antara lain : adalah kesetaraan, partisipasi, keterbukaan, kemandirian dan keberlanjutan.

Pengembangan komunitas adalah proses di mana anggota masyarakat bekerja bersama untuk meningkatkan kualitas hidup mereka melalui berbagai upaya, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan, dan lainnya. Ini melibatkan pemberdayaan masyarakat agar mampu mengidentifikasi kebutuhan mereka sendiri, mengembangkan solusi, dan memanfaatkan sumber daya yang ada. Pengembangan komunitas sering mencakup beberapa langkah penting:

1. Identifikasi Masalah: Masyarakat bersama-sama mengidentifikasi masalah atau tantangan yang dihadapi, baik dalam bidang ekonomi, sosial, atau lingkungan.

2. Perencanaan dan Strategi: Setelah masalah diidentifikasi, masyarakat membuat rencana atau strategi untuk mengatasinya. Ini bisa melibatkan pelatihan keterampilan, membentuk kelompok kerja, atau bermitra dengan organisasi lokal.

3. Aksi Kolektif: Anggota komunitas bekerja bersama untuk melaksanakan rencana. Ini bisa melibatkan kegiatan sosial, pembangunan infrastruktur, pelatihan, atau advokasi.

4. Pemberdayaan: Tujuannya adalah agar masyarakat menjadi lebih mandiri dan mampu mengatasi tantangan di masa depan secara berkelanjutan.

5. Evaluasi dan Perbaikan: Menilai hasil dari upaya yang telah dilakukan dan memperbaiki pendekatan jika diperlukan.

Faktor penting dalam pengembangan komunitas adalah partisipasi aktif dari anggota masyarakat itu sendiri serta dukungan dari pihak eksternal seperti pemerintah, LSM, atau swasta

 

A. Model-Model Pengorganisasian Masyarakat

Pengorganisasian masyarakat mengandung pengertian sebagai bentuk intervensi pada tingkat masyarakat (community level) yang diarahkan untuk peningkatan atau perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan pemecahan masalah masyarakat maka beberapa model- model pengorganisasian masyraakat antara lain sebagai berikut :

1. Model Pengembangan Masyarakat Lokal

Pengembangan masyarakat lokal berorientasi pada “tujuan proses” (proses goal) dari pada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product goal). Setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk mencapai tujuan tersebut. Pengembangan kepemimpinan lokal, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat merupakan inti dari proses pengembangan masyarakat lokal.

2. Model Perencanaan Sosial

Model Perencanaan Sosial menekankan proses pemecahan masalah secara teknis terhadap masalah sosial yang substansi seperti pengangguran, permukiman kumuh, kemacetan dan sebagainya. Selain itu PS bertujuan mengungkap pentingnya menggunakan cara perencanaaan yang matang dan perubahan yang terkendali demi mencapai tujuan akhir secara sadar dan rasional dan dalam pelaksanaannya dilakukan pengawasan-pengawasan yang ketat untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi.

3. Model Aksi Sosial

Model Aksi Sosial menekankan pada betapa pentingnya penanganan secara terorganisasi, terarah dan sistematis terhadap kelompok yang tidak beruntung dan meningkatkan kebutuhan yang memadai bagi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan sumber atau perlakuan yang lebih sesuai dengan keadilan sosial dan nilai-nilai demokratisasi.

 

 

 

4. Model Perencanaan Sosial

Model Perencanaan Sosial menekankan proses pemecahan masalah secara teknis terhadap masalah sosial yang substansi seperti pengangguran, permukiman kumuh, kemacetan dan sebagainya. Selain itu PS bertujuan mengungkap pentingnya menggunakan cara perencanaaan yang matang dan perubahan yang terkendali demi mencapai tujuan akhir secara sadar dan rasional dan dalam pelaksanaannya dilakukan pengawasan-pengawasan yang ketat untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi.

5. Model Aksi Sosial

Model Aksi Sosial menekankan pada betapa pentingnya penanganan secara terorganisasi, terarah dan sistematis terhadap kelompok yang tidak beruntung dan meningkatkan kebutuhan yang memadai bagi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan sumber atau perlakuan yang lebih sesuai dengan keadilan sosial dan nilai-nilai demokratisasi.

6. Model Perencanaan Sosial

Model Perencanaan Sosial menekankan proses pemecahan masalah secara teknis terhadap masalah sosial yang substansi seperti pengangguran, permukiman kumuh, kemacetan dan sebagainya. Selain itu perencanaan sosial bertujuan mengungkap pentingnya menggunakan cara perencanaan yang matang dan perubahan yang terkendali demi mencapai tujuan akhir secara sadar dan rasional dan dalam pelaksanaannya dilakukan pengawasan-pengawasan yang ketat untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi.

7. Model Aksi Sosial

Model Aksi Sosial menekankan pada betapa pentingnya penanganan secara terorganisasi, terarah dan sistematis terhadap kelompok yang tidak beruntung dan meningkatkan kebutuhan yang memadai bagi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan sumber atau perlakuan yang lebih sesuai dengan keadilan sosial dan nilai-nilai demokratisasi.

 

B. Tahapan, Proses dan Strategi Pengorganisasian Masyarakat

Pengorganisasian masyarakat adalah proses kolaboratif untuk memberdayakan anggota masyarakat dalam mencapai tujuan bersama dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Tahapan, proses, dan strategi pengorganisasian masyarakat melibatkan beberapa langkah berikut:

Tahapan Pengorganisasian Masyarakat

1. Tahap Persiapan

Identifikasi dan Pemahaman Masalah: Mengidentifikasi masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat, memahami kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.

Penjajakan Wilayah dan Penggalian Informasi: Melakukan survei dan observasi untuk memahami lebih lanjut kondisi komunitas.

Membangun Kepercayaan: Penting untuk membangun hubungan baik dengan masyarakat agar mereka percaya dan bersedia berpartisipasi aktif dalam program pengorganisasian.

2. Tahap Penggalangan dan Penyadaran

Melibatkan Masyarakat: Mengajak masyarakat terlibat secara langsung dengan cara diskusi, pertemuan kelompok, dan identifikasi pemimpin lokal yang dapat memfasilitasi proses.

Penyadaran Sosial: Mengedukasi masyarakat tentang masalah yang mereka hadapi dan potensi yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah tersebut.

3. Tahap Perencanaan

Identifikasi Sumber Daya dan Solusi: Bersama-sama masyarakat merumuskan solusi berdasarkan kebutuhan dan sumber daya yang ada di komunitas.

Membuat Rencana Aksi: Mengembangkan rencana strategis yang jelas dan realistis untuk mencapai tujuan. Melibatkan masyarakat dalam setiap tahap perencanaan.

4. Tahap Pelaksanaan

Implementasi Program: Melaksanakan rencana aksi yang telah disepakati bersama. Pada tahap ini, partisipasi masyarakat menjadi kunci keberhasilan.

Koordinasi dan Monitoring: Melakukan pengawasan terhadap jalannya kegiatan untuk memastikan bahwa program berjalan sesuai rencana.

5. Tahap Evaluasi dan Pemeliharaan

Evaluasi: Menilai hasil program pengorganisasian, baik dari segi proses maupun pencapaian hasil.

Pemeliharaan Hasil: Menyusun strategi untuk menjaga keberlanjutan program dan hasil yang dicapai agar masyarakat tetap mandiri.

C. Proses Pengorganisasian Masyarakat

1. Pemahaman Sosial dan Budaya: Proses ini melibatkan pendalaman terhadap norma, adat istiadat, dan nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat.

2. Pembangunan Jaringan: Membentuk jaringan antara masyarakat, organisasi, dan lembaga pendukung untuk memperkuat kolaborasi.

3. Pemberdayaan: Proses pemberdayaan melibatkan peningkatan kapasitas masyarakat agar mereka dapat mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang.

4. Partisipasi Aktif: Pengorganisasian masyarakat harus memastikan bahwa seluruh anggota masyarakat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.

D. Strategi Pengorganisasian Masyarakat

1. Pendidikan Masyarakat: Strategi ini berfokus pada memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang isu-isu yang mereka hadapi serta solusi potensial.

2. Pemberdayaan Ekonomi: Pengembangan usaha mikro, pelatihan keterampilan, dan penciptaan akses ke sumber daya ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3. Penguatan Jaringan dan Aliansi: Melibatkan berbagai pihak, baik lokal maupun eksternal, seperti pemerintah, LSM, dan sektor swasta untuk mendukung proses pengorganisasian.

4. Mobilisasi Sumber Daya Lokal: Memanfaatkan sumber daya lokal seperti tenaga kerja, lahan, dan pengetahuan lokal untuk mendukung proyek-proyek komunitas.

5. Advokasi Kebijakan: Melibatkan masyarakat dalam kegiatan advokasi untuk memperjuangkan hak-hak mereka, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Pengorganisasian masyarakat yang efektif membutuhkan pendekatan yang inklusif dan partisipatif, di mana setiap anggota masyarakat merasa memiliki dan terlibat dalam proses pembangunan sehingga dibutuhkan peran Penggerak Swadaya Masyarakat sebagai motor lokal yang terus menjaga semangat partisipasi, sementara fasilitator memberikan dukungan teknis, pelatihan, dan pendampingan dalam proses pengorganisasian masyarakat. Kolaborasi antara keduanya memastikan program pengorganisasian berlangsung secara berkelanjutan dan benar-benar berfokus pada kebutuhan serta potensi lokal masyarakat.

Jumat, 21 Juli 2017

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA TUMBUHAN ACARA VI PERHITUNGAN FREKUENSI ALELE, FREKUENSI GENOTIP, PENGUKURAN SIFAT-SIFAT KUANTITATIF DAN KUALITATIF

  I.     PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Mempelajari ilmu genetika dapat mengetahui nisbah fenotip dan genotip dari keturunan yang dihasilkan dari keturunan tertentu. Hal ini, meliputi persilangan antara dua tertua murni untuk mendapatkan F1 heterozigot. F1 heterozigot kemudian dibuahi sendiri atau saling disilangkan (intercross) dengan F1 yang lain untuk mendapatkan keturunan F2 atau F1 disilangkan balik dengan tertua homozigot resesif dalam suatu uji silang (testcross). Analisis nisbah F1, F2 dan uji silang dapat digunakan untuk menentukan dominasi, jumlah gen yang mengatur suatu sifat, jarak peta dan urutan letak gen.
Analisis genetik penting bagi pemulia tanaman dalam pengembangkan varietas baru. Suatu varietas tanaman baru yang dikembangkan merupakan modifikasi dari suatu populasi. Pemuliaan tanaman tertarik untuk mengarahkan evolusi dari suatu populasi dengan tujuan memperbaiki sifat dari tanaman tersebut. Yang menarik bagi pemuliaan tanaman yaitu frekuensi gen yang mengatur ketahanan penyakit dalam populasi itu. Pengertian tentang susunan genetik populasi dan kekuatan yang mengubah frekuensi gen berguna dalam mempertahankan konsetrasi gen yang diinginkan.
Kebanyakan sifat tanaman yang agroekonomis sangat penting dikendalikan oleh poligen, yaitu sejumlah gen yang terletak pada lokus yang berbeda, pengaruhnya kecil-kecil tetapi serupa dan kumulatif. Sifat tanaman demikian peka terhadap lingkungan, akibatnya sulit membuat klasifikasi yang tegas dari hasil segregasinya, karena variasinya kontinyu dari ekstrim kecil sampai ekstrim besar, pengamatannya diperlukan pengukuran-pengukuran.
Susunan gen di dalam individu sel disebut dengan genotip, sedangkan ekspresi genotip tersebut dinamakan dengan fenotip. Gen pengendali sifat tertentu diberi simbol huruf pertama dari sifat tersebut. Lambang huruf besar merupakan karakter dominan, sedangkan huruf kecil merupakan resesif. Contohnya gen T adalah simbol untuk sifat tinggi, sedangkan gen t untuk sifat pendek. Istilah dominan digunakan karena gen ini dapat mengalahkan ekspresi gen alel. Dalam contoh di atas, gen T mengalahkan ekspresi gen t, sehingga ekspresi tanaman yang bergenotip Tt adalah tinggi walaupun di dalam tanaman tersebut mengandung gen untuk sifat pendek.

B.     Tujuan
Tujuan dari praktikum ini untuk :
1.        Menghitung frekuensi alel dan frekuensi genotip
2.        Membuktikan hukum Hardy-Weinberg
3.        Mengukur sifat-sifat kualitatif





          II.      TINJAUAN PUSTAKA
Suatu populasi adalah suatu kelompok individu terlokalisir yang digolongkan sebagai spesies yang sama. Suatu populasi mungkin terisolasi dari populasi lain yang berspesies sama, dan jarang sekali mempertukarkan materi genetiknya. Namun demikian, populasi tidak selalu terisolir juga tidak selalu memiliki perbatasan yang jelas. Satu pusat populasi yang padat bisa saja berbaur dengan populasi lain dalam suatu wilayah, dimana anggota spesies itu ditemukan dalam jumlah sedikit. Meskipun populasi ini tidak terisolir, individu-individu masih lebih terpusat pada bagian tengah populasinya sehingga lebih mungkin untuk kawin dengan anggota populasi yang sama dibandingkan dengan anggota populasi lain (Campbell, 2003).
Keseluruhan dari alel-alel setiap gen dalam suatu populasi disebut lungkang gen (gene pool) dari populasi tersebut. Masing-masing individu membawa sebagian alel, tetapi individu-individu datang dan pergi. Akan tetapi, gene pool total berlanjut sebagai sebuah representasi konstan suatu populasi. Perubahan-perubahan pada frekuensi spesifik alel-alel tertentu merupakan bahan mentah bagi evolusi. Pada awalnya, perubahan kecil pada frekuensi alel tidak menghasilkan perubahan yang teramati pada populasi, tetapi dalam jangka waktu yang lama perubahan-perubahan frekuensi alel menghasilkan perubahan karakteristik (Fried, 2006).
Hukum Hardy-Weinberg dikemukakan oleh Godfrey Harold Hardy, seorang ahli matematika inggris dan Wilhelm Weinberg, seorang ahli fisika Jerman pada tahun  1908 yang menyatakan bahwa dalam suatu kondisi stabil frekuensi gen dan genotip dalam suatu populasi selalu tetap dari generasi ke generasi berikutnya yang berkembang biak secara seksual. Hukum ini membuktikan bahwa presentase individu yang homozigot dengan alel dominan, homozigot dengn alel resesif, dan heterizigot akan tetap sama dari generasi ke generasi berikutnya asalkan pasangan reproduktif tersebut terjadi secara acak. Hukum Hardy-Weinberg berlaku bila syarat berikut terpenuhi (Setiowati dan Furqonita, 2007).
1.      Perkawinan antara genotip yang satu dengan genotip yang lain terjadi
secara acak.
2.      Masing-masing genotip memiliki kemampuan hidup (viabilitas) dan
3.      fertilitas yang sama.
4.      Jumlah anggota populasi besar.
5.      Tidak terjadi mutasi dan seleksi alam.
6.      Tidak ada perpindahan (migrasi) populasi.
Secara sederhana hukum Hardy-Weinberg dapat dirumuskan sebagai berikut.
                           (p + q) X (p + q) = 1
                           p2 + 2pq + q2     = 1
Pewarisan pada sifat keturunannya dapat merupakan sifat kualitatif atau kuantitatif. Pengelompokan berdasarkan sifat kualitatif lebih mudah karena sebarannya discrete dan mudah dilakukan dengan melihat apa yang tampak. Misalnya persilangan antara jagung kuning dan jagung putih keturunannya akan mudah dibedakan menjadi kelompok yang berwarna kuning, kuning muda, dan putih. Sebaliknya, persilangan antara dua jenis padi yang masing-masing memiliki tinggi tanaman 150 cm dan 125 cm keturunannya akan memiliki ketinggian bermacam-macam dengan kisaran tertentu. Untuk sifat kualitatif, karena sebarannya merupakan sebaran discrete pengujian banyak dilakukan dengan menggunakan Chi-Squared Test; sedangkan untuk sifat kuantitatif dilakukan dengan analisis varian dan modifikasinya (Setiowati dan Furqonita, 2007).
Penilaian secara visual ataupun dengan pengukuran semuanya dalam pemuliaan tanaman didasarkan pada apa yang dilihat atau tampak. Perwujudan yang tampak tersebut disebut fenotip yang merupakan penampilan suatu genotip tertentu pada suatu lingkungan tertentu dimana mereka tumbuh. Jadi jelas bahwa fenotip sangat tergantung pada faktor genetik dan pengaruh lingkungan. Pernyataan tersebut dituliskan sebagai:
                     P = G + E, dimana P adalah fenotip
                                                    G adalah genotip
                                                    E adalah lingkungan
Apabila ekspresi fenotip hanya ditentukan oleh genotip, berarti lingkungan tidak berpengaruh sama sekali, seratus persen fenotip dikendalikan oleh faktor genetiknya. Sebaliknya, bila fenotip lebih banyak ditentukan oleh faktor lingkungan peranan faktor genetik tidak besar (Mangoendijodjojo, 2003).





   III.      METODE PRAKTIKUM
A.    Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kantong plastik berisi kacang tanah, kantong plastik berisi kancing warna (hijau, merah muda, putih, merah),label dan lembar pengamatan. Alat yang digunakan adalah timbangan elektrik, kalkulator dan alat tulis.  
B.     Prosedur kerja
Percobaan 1
Suatu populasi yang sudah dalam keadaan seimbang, tersusun dari individu-individu dengan warna merah (MM), putih (Mm), dan kuning (mm).
1.Diambil 200 individu secara acak.
2.Warna individu yang terpilih dicatat.
3.Frekuensi genotip dan frekuensi dihitung.
4.Data dimasukkan ke dalam tabel uji x2.
Percobaan 2
1.Kantong berjumlah 2 yang masing-masing berisi kancing warna disiapkan.
2.Ambil secara acak kancing dari setiap kantong secara bersamaan masing-masing 1 buah.
3.Apabila kancing warna yang keluar adalah warna hijau hijau maka GG, jika warna hijau putih maka Gg, dan jika putih putih maka gg.
4.Pengambilan dilakukan sebanyak 100x.
5.Frekuensi genotp dan frekuensi allele digitung
6.Data dimasukkan ke dalam tabel uji x2.
Percobaan 3
1.Individu dari populasi kacang tanah diambil, kemudian ditimbang.
2.Pengambilan dilakukan sebanyak 200x.
3.Catat bobot dari setiap biji kacang tanah yang diambil kemudian dibuat grafik.


















          IV.     HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Percobaan 1
Data : Merah (MM) = 56 x , Putih (Mm) = 92 y, Kuning (mm) = 52 z
Frekuensi allele
P2 + 2pq + q2 = 1                     Maka       q2 =   
P + q = 1                                                         =
mm = z                                                                   q   =  = 0,5
z = 52                                                              p = 1 – q = 1- 0,5 = 0,5

Frekuensi  genotip
PP  = (P) 2  × 100%
  =(0,5) 2 × 100%
  = 25 %     
2pq = 2 (p) (q) × 100%
       = 2 (0,5) (0,5) × 100%
       = 50%                                          
qq   = (q)2 × 100%
       = (q)2 × 100%
       = 25%      
∑ = PP + 2pq + qq = 100%
Tabel 18.  Uji X2

MM
Mm
mm
Jumlah
Observasi (O)
56
92
5
200
Harapan (E)
 x 200 = 50
 x 200 = 100
1/4  x 200=50
200
        (|O-E|) 2
(2
(2
( 2




X2
0,72
0,64
0,08
1,44

X2 tabel  5,99  X2 hitung 1,44
Kesimpulannya yaitu X2 tabel  X2 hitung, artinya hasil perbandingan sesuai dengan teori perbandingan Hukum Hardy-Weinberg

Percobaan 2
Frekuensi allele
Merah (MM) = 27 x
Merah-kuning (Mm) = 43 y
Kuning(mm) = 30 z
z = 30
q2 =  
q   =   = 0,54
p = 1 – q = 1- 0,54 = 0,46
Frekuensi  genotip
PP = (p)2 x 100%
     = (0,46)2 x 100%
     =21,16%
pq = 2 (p) (q) x 100%
     = 2 (0,46) (0,54) x 100%
     = 49,68%
qq = (q)2 x 100%
     = (0,54)2 x 100%
     = 29,16%
PP + 2pq + qq = 100%

Tabel 19. Uji X2

MM
Mm
mm
Jumlah
Observasi (O)
27
43
30
100
Harapan (E)
 x 100 = 25
 x 100 = 50
1/4  x 100=25
100
(|O-E|) 2
(|27-25|) 2
(|43-50|) 2
(|30-25|) 2
57
2,14
X2
0,16
0,98
1
2,14

X2 tabel  5,99  X2 hitung 2,14
Kesimpulannya yaitu X2 tabel  X2 hitung, maka hasil pengujian signifikan atau sesuai dengan perbandingan 1 : 2 : 1

Percobaan 3
Tabel 20. Bobot kacang tanah (gram)
Bobot
0,2
0,3
0,4
0,5
Jumlah
23
46
29
2

Kesimpulan : bobot rata-rata kacang tanah adalah 0,35 g

B.     Pembahasan
Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat-sifat induk kepada keturunannya. Genetika populasi disebut juga populasi mendelian. Populasi mendelian ialah sekelompok individu suatu spesies yang berreproduksi secara seksual, hidup di tempat tertentu pada saat yang sama, dan diantara mereka terjadi perkawinan (interbreeding) sehingga masing-masing akan memberikan kontribusi genetik ke dalam lengkang gen (gene pool), yaitu sekumpulan informasi genetik yang dibawa oleh semua individu di dalam populasi. Deskripsi susunan genetik suatu populasi mendelian dapat diperoleh apabila kita mengetahui macam genotipe yang ada dan juga banyaknya masing-masing genotipe populasi tertentu. Misalnya terdapat tiga macam genotipe, yaitu AA, Aa, dan aa, maka proporsi atau persentase genotipe AA, Aa, dan aa akan menggambarkan susunan genetik populasi tempat mereka berada. Adapun nilai proporsi atau persentase genotipe tersebut dikenal dengan istilah frekuensi genotipe (Crowder, 1986).
Genotipe AA, Aa, dan aa masing-masing 30, 50, dan 20 individu, maka frekuensi genotipe AA = 0,30 (30%), Aa = 0,50 (50%), dan aa = 0,20 (20%). Misalkan frekuensi alel A di umpamakan p dan frekuensi alel a diumpamakan q, maka kemungkinan kombinasi spermatozoa dan sel telur pada perkawinan individu heterozigotik Aa x Aa ialah sebagai berikut :
Ovum spermatozoa A(p) a(q) A (p) AA(p2) Aa(pq) a(q) Aa(pq) aa(q2).
Jumlahnya adalah p2 (AA)+ 2pq (Aa) + q2 (qq) (Stanfield,1991).
Beberapa faktor yang mempengaruhi frekuensi gen:
1.Mekanisme pemisahan
Setiap mekanisme yang menghalang-halangi penukaran gen dinamakan mekanisme pemisah. Mekanisme pemisah ini di dapat berupa letak geografis atau fisis, seperti jarak yang berjauhan atau terpisahnya populasi oleh samudra atau pegunungan.
2.Mekanisme lain
Bercampurnya gen-gen dari populasi lain dapat menyebabkan frekuensi gen dalam suatu populasi dapat berubah.
3.Mutasi
Pada dasarnya mutasi adalah perubahan dalam genotip suatu individu yang terjadi secara tiba-tiba dan secara random. Perubahan ini sebenarnya menyangkut perubahan yang terjadi pada bahan genetik, akan tetapi biasanya perubahan karena aberasi kromosom pun diikuitsertakan (Agus, 2013).
Frekuensi genotip dan frekuensi alel merupakan karakteristik genetik suatu populasi. Frekuensi genotip adalah nisbah individu bergenotip tertentu terhadap keseluruhan individu dalam populasi. Frekuensi alel adalah nisbah alel tertentu terhadap keseluruhan alel dalam populasi. Hukum keseimbangan Hardy Weinberg menyatakan bahwa frekuensi allele dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap konstan yaitu berada dalam keseimbangan dari satu generasi ke generasi berikutnya kecuali apabila terdapat pengaruh tertentu yang mengganggu keseimbangan tersebut. Populasi besar yang alami, tiap individunya memiliki peluang yang sama untuk kawin antar individu dalam populasi tersebut (kawin acak) dan jika tidak ada faktor-faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan frekuensi genotip ataupun frekuensi alelnya, maka frekuensi genotip dan alel dari populasi tersebut akan tetap sepanjang generasi, itulah keterkaitan frekuensi genotip dan alel dengan ilmu genetika. Keterkaitan frekuensi allele dan frekuensi genotipe dengan keseimbangan Hardy Weinberg yaitu frekuensi genotipe dan frekuensi allele dapat dicari dengan rumus hukum kesetimbangan Hardy Weinberg, tetapi dengan catatan asumsi-asumsi dari hukum Hardy Weinberg terpenuhi. Frekuensi genotipe yang terbanyak akan memunculkan suatu sifat kuantitatif yang dapat diamati oleh indra penglihatan manusia, bisa dengan cara pengukuran sifat kuantitatif (Pharmawari, 2009).
Menurut hukum Hardy Weinberg jika individu-individu dalam populasi melakukan atau mengadakan persilangan secara acak dan beberapa asumsi terpenuhi, maka frekuensi alel dalam populasi akan tetap dalam keseimbangan yang stabil, yaitu tidak berubah dari generasi ke generasi berikutnya. Tiap gamet yang terbentuk akan sebanding dengan frekuensi masing-masing alelnya dan frekuensi tiap tipe zigot akan sama dengan hasil kali dari frekuensi gamet-gametnya. Beberapa asumsi yang mendasari perolehan keseimbangan genetik seperti diekspresikan dalam persamaan Hardy Weinberg adalah :
1.Populasi itu tidak terbatas besarnya dan melakukan secara acak (panmiktis).
2.Tidak terdapat seleksi, yaitu setiap genotip yang dipersoalkan dapat bertahan hidup sama seperti yang lain (tidak ada kematian diferensial).
3.Populasi itu tertutup yaitu tidak terjadi perpindahan (migrasi).
4.Tidak ada mutasi dari satu alelik kepada yang lain. Mutasi diperbolehkan jika laju mutasi maju dan kembali adalah sama atau ekuivalen.
5.Terjadi meiosis normal, sehingga hanya peluang yang menjadi faktor operatif dalam gametogenesis.
Dalam suatu populasi, jika terjadi perubahan dalam keseimbangan populasi tersebut maka akan terjadi pelanggaran batasan hukum Hardy Weinberg akan menyebabkan poulasi tersebut bergerak menjauhi frekuensi keseimbangan gametik dan zigotik (Stanfield, 1991).
Karakter sifat kuantitatif ialah penampilan yang tidak tampak dari luar dan tidak dapat diamati dengan mata telanjang, tetapi dapat diukur dengan satuan tertentu, misalnya tinggi tanaman dan hasil produksi. Karakter tersebut didukung oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga menghasilkan ekspresi fenotip sebagai sifat kuantitatif (Prana, 2003).
Sifat kualitatif merupakan sifat yang melibatkan jumlah gen yang berkontribusi pada variabilitas fenotip dan derajat di mana fenotip itu dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor lingkungan. Contoh pada tanaman cabai tetua besar disilangkan dengan tetua cabai keriting turunan pertama (F1) dan turunan pertama resiprokal masing-masing 20 tanaman. Disilangkan balik ke tetua betina dan tetua jantan masing-masing terdiri atas 100 tanaman. Populasi turunan kedua (F2) masing-masing 200 tanaman. Sifat kuantitatif merupakan sifat yang dapat diatur oleh banyaknya gen (mungkin 10 sampai 100 atau lebih), masing-masing berkontribusi terhadap fenotip sehingga individunya tidak dapat dideteksi dengan metode-metode Mendel. Contoh pewarisan sifat kuantitatif pada manusia adalah perbedaan warna kulit yang memperlihatkan variasi kuantitatif antara warna muda sampai hitam arang ( Abdullah dkk, 2011).
Tahun 1909, seorang ahli genetika Swedia Nilson Ehle menganalisis hasil pewarisan warna biji gandum terigu dan berhasil menyumbangkan suatu konsep yang sangat penting dalam genetika. Arti penting dari hasil Nilson Ehle terletak pada faktor bahwa sifat-sifat itu tidak selalu ditentukan oleh pasangan gen yang berbeda yang berinteraksi menghasilkan suatu fenotip tertentu. Sebelumnya pada tahun 1760 Kolreuter telah memperhatikan peristiwa tersebut dari percobaannya dengan menggunakan tanaman tembakau (Nicotiana tabacum). Akan tetapi karena pada waktu itu hukum-hukum keturunan belum ditemukan sehingga belum dapat ditemukan (Suryo, 1983).
Situasi yang diamati Nilson Ehle dan Kolreuter disebut pewarisan poligen dan melibatkan pewarisan ciri-ciri kuantitatif. Sifat kuantitatif diatur oleh gen-gen ganda (multiple gen atau poligen) . Aksi gen kumulatif ini setiap alel pada lokus tersebut akan menambah atau mengurangi nilai fenotip. Mekanisme pewarisan ini sering juga disebut pewarisan faktor majemuk. Genetika kuantitatif menerapkan hukum pewarisan Mendel untuk gen dengan pengaruh yang kecil atau lemah. Selain itu, diasumsikan pula bahwa tidak hanya sedikit gen yang mengendalikan suatu sifat melainkan banyak gen. Karena itu, sifat kuantitatif sering disamakan dengan sifat poligenik. Pewarisan genetik adalah aspek pertama yang dipelajari orang dalam genetika karena berkaitan langsung dengan fenotip, sebagai contoh Gregor Johann Mendel mempelajari pewarisan tujuh sifat pada tanaman kapri, atau Karl Pearson (salah satu pelopor genetika kuantitatif) mempelajari pewarisan ukuran tubuh orang tua dan anaknya (Suryo, 1983).
Ada tiga kelompok sifat yang pewarisannya langsung sebagai sifat kuantitatif, masing-masing adalah :
1. Sifat kontinyu, yaitu sifat yang bervariasi diantara kedua ekstrim tanpa ada pemisahan tegas dari satu fenotip ke fenotip berikutnya. Contohnya yaitu produksi susu sapi, produksi padi, laju tumbuh tanaman, serta tekanan darah pada manusia, dapat dipahami bahwa pada sifat kontinyu banyaknya fenotip yang mungkin muncul di antara kedua ekstrim menjadi tidak terbatas.
2. Sifat meristik, yaitu sifat kuantitatif yang fenotipnya ditentukan melalui perhitungan. Karena penentuannya dilakukan dengan perhitungan, maka sifat meristik mempunyai sifat sebaran fenotip yang tidak kontinyu. Akan tetapi dilihat dari cara pewarisannya, sifat ini termasuk sifat kuantitatif. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor ayam betina, jumlah bulir padi tiap malai, jumlah biji kedelai tiap polong merupakan contoh sifat meristik.
3. Sifat ambang, yaitu sifat yang hanya mempunyai dua atau beberapa kelas fenotip, tetapi pewarisannya ditentukan oleh banyak gen dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti halnya sifat kuantitatif pada umumnya. Contohnya dapat ditemukan diberbagai kelainan bawaan pada manusia. Hal ini kita mungkin hanya mengenal individu yang normal dan abnormal, namun sebenarnya tiap individu memiliki resiko dasar menuju kondisi abnormal tersebut. Jika besar resikonya berada di bawah nilai ambang, maka individu yang bersangkutan akan memiliki fenotip normal. Sebaliknya, jika besarnya resiko berada di atas nilai ambang, muncullah kondisi itu (Stanfield, 1991).
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa pada percobaan 1, frekuensi allele q adalah 0,5 dan allele p 0,5, sedangkan untuk frekuensi genotipnya yaitu PP 25%, 2pq 50%, dan qq 25%. Kemudian dicari nilai X2 untuk membuktikan hasil yang didapat sesuai dengan hukum Hardy Weinberg atau tidak. Setelah ditemukan X2, maka selanjutnya dibandingkan X2 hitung dengan X2 tabel. Hasil yang didapatkan adalah X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel, sehingga hasilnya yaitu signifikan (pengujian sesuai dengan Hukum Hardy Weinberg). Pada percobaan 2, frekuensi allele q adalah 0,54 dan allele p 0,46, sedangkan untuk frekuensi genotipnya yaitu PP 21,16%, 2pq 49,68%, dan qq 29,16%. Setelah diuji dengan rumus X2 tabel, hasil yang didapatkan X2 hitung lebih kecil dari X2 tabel, sehingga membuktikan bahwa pengujian tersebut signifikan atau sesuai dengan Hukum Hardy-Weinberg.   Percobaan 3 menyimpulkan bahwa di dalam suatu populasi (100 biji kacang tanah), peluang munculnya bobot kacang tanah 0,2 gram adalah 23%, peluang munculnya biji kacang tanah dengan bobot 0,3 gram yaitu sebesar 46%, peluang munculnya biji kacang tanah yang berbobot 0,4 gram sebesar 29%, dan peluang munculnya biji kacang tanah yang berbobot 0,5 gram ada 2%, artinya dalam populasi tersebut sifat dominan ada pada biji kacang tanah dengan bobot 0,3 gram dan rata-rata bobot kacang tanah adalah 0,35 gram.
Menurut Suprapto (2004) biji kacang tanah terdapat di dalan polong. Kulit luar (testa) bertekstur keras, berfungsi untuk melindungi biji yang berada di dalamnya. Biji terdiri atas lembaga dan keeping biji, diliputi oleh kulit ari tipis(tegmen). Biji berbentuk bulat agak lonjong atau bulat dengan ujung agak datar karena berhimpitan dengan butir biji yang lain selagi di dalam polong. Warna kulit biji bervariasi: merah jambu, merah, cokelat, merah tua, dan ungu. Biji kecil berukuran sekitar 20 g/100 biji, biji sedang sekitar 50 g/100 biji, dan biji besar lebih dari 50 g/100 iji. Varietas local pada umumnya memiliki biji kecil yaitu 30-40 g/100 biji. Rendemen biji dari polong berkisar antara 50 %-70 %.
Data mengenai sifat kuantitatif dapat disajikan dalam bentuk sebaran frekuensi, baik menggunakan tabel maupun grafik. Biasanya kita cukup menampilkan nilai-nilai tertentu yang mengambarkan sebaran frekuensi untuk suatu sifat kuantitatif. Nilai yang dimaksudkan ini adalah nilai statistik. Ada dua nilai statistik yang paling sering digunakan untuk menggambarkan sebaran frekuensi untuk suatu sifat kuantitatif, yaitu
1.Nilai tengah atau rata-rata. Nilai ini merupakan pusat sebaran frekuensi. Besarnya nilai tengah suatu populasi (ยต) ditaksir atas dasar nilai tengah sampel individu yang diambil dari populasi tersebut.
2.Ragam atau varian . Nilai ini merupakan ukuran sebaran data disekitar nilai rata-rata. Data yang sangat tersebar akan menghasilkan nilai ragam yang tinggi, dan sebaliknya, data yang cenderung mengelompok akan memberikan nilai ragam yang rendah (Stanfield, 1991).


 V.     KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Frekuensi alel pada percobaan 1 adalah 0,5 dan frekuensi alel pada percobaan 2 adalah 0,46, sedangkan frekuensi genotip pada percobaan 1 PP ( 25% ), 2pq ( 50% ), qq ( 25% ) dan frekuensi genotip pada percobaan 2 PP ( 21,16% ), 2pq ( 49,68 ), qq ( 29,16% )
2.      Percobaan 1 dan percobaan 2 sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg
3.      Rata-rata bobot kacang tanah adalah 0,35 g

B.     Saran
Praktikum sudah berjalan dengan baik dan selama praktikum harus tetap menjaga kebersihan ruangan dan ketertiban.






DAFTAR PUSTAKA
Abdullah dkk. 2011. “Pewarisan Sifat Beberapa Karakter Kualitatif padaTiga Kelompok Cabai”. Bulletin Plasma Nutfah. Vol. 17 No.2: 73-79.

Agus, Rosana dan Sjafaraenan.2013. Penuntun Praktikum Genetika. Universitas Hasanuddin ; Makassar.
Campbell, Neil A., dkk.2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1.Penerbit Erlangga;  Jakarta.
Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan .Gadjah Mada. University Press; Yogyakarta.
Fried, George. 2006. Schaum’s Outlines Biologi. Penerbit Erlangga ; Jakarta.
Mangoendidjojo. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Kansisius ; Yogyakarta.

Pharmawati M. 2009. Optimalisasi ekstraksi DNA dan PCR-RAPD pada Grevilla sp (Proteaceaceae). Jurnal Biologi XIII (1):12-16.
Prana TK, Hartati NS. 2003. Identifikasi sidik jari DNA Talas (Colocasia esculente L. Schoot) Indonesia dengan teknik RAPD. Jurnal Natur Indonesia 5(2) : 107-112.
Setiowati,T dan Deswaty, F. 2007. Biologi Interaktif (untuk SMA/MA).Azka Press; Jakarta

Stanfield, W. D. 1991. Genetika Edisi Kedua. Erlangga ; Jakarta.
Suryo. 1983. Genetika . Gadjah Mada University Press ; Yogyakarta.         
Suprapto. 2004. Bertanam Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Penebar Swadaya ; Jakarta





Nilai dari Teknologi Mekanisasi Pertanian (combine harvester) di Desa Waiketam Baru, Kec. Bula Barat, Kab. Seram Bagian Timur

  Nilai dari Teknologi Mekanisasi Pertanian (combine harvester) di Desa Waiketam Baru, Kec. Bula Barat, Kab. Seram Bagian Timur   1.  Gambar...