I. PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Persilangan monohibrid adalah persilangan antara dua
spesies yang sama dengan satu sifat beda. Persilangan monohibrid sangat
berkaitan dengan hukum Mendel I atau sering disebut dengan hukum segregasi.
Hukum tersebut berbunyi, “Pada pembentukan gamet, gen yang sepasang akan disegregasikan
ke dalam dua anakan”. Mendel pertama kali mengetahui sifat monohibrid pada saat
melakukan percobaan penyilangan pada kacang ercis (Pisum sativum). Hasil keturunan pada kasus dominan penuh memiliki
perbandingan fenotip 3:1 sedangkan perbandingan genotip 1:2:1. Ketika masa
hidup Mendel, belum diketahui sifat keturunan modern, belum diketahui adanya
sifat kromosom dan gen, serta asam nukleat yang membina bahan genetik. Mendel
menyebut bahan genetik hanya sebagai faktor penentu (determinant). Persilangan monohibrid
adalah persilangan yang sederhana, mudah diamati sifatnya bagi para pemula, dalam
laporan ini akan membahas mengenai persilangan monohibrid.
B.
Tujuan
Tujuan
dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk membuktikan Hukum Mendel I pada
persilangan monohibrid.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Orang yang
pertama kali melakukan persilangan dengan menggunakan tumbuhan sebagai bahan uji
adalah seorang berkebangsaan Australia bernama Gregor Mendel (1822-1884) pada
tahun 1866, Mendel diakui sebagai bapak genetika. Dalam percobaan awal Mendel
ia menggunakan 1 sifat beda pada tumbuhan sebagai alat uji silang. Persilangan
monohibrid menghasilkan anakan dengan rasio fenotip 3 : 1. Hal ini dikarenakan
gen-gen yang sealel memisah yang dikenal
sebagai Hukum I Mendel (Suryo,1996).
Ketika
tanaman-tanaman F1 dibiarkan menyerbuk sendiri, maka didapat tanaman- tanaman
F2 yang memisah dengan perbandingan ¼ merah : ½ merah muda : ¼ putih atau
1:2:1. Kita dapat lebih mudah membedakan tanaman yang homozigot (berbunga merah
atau berbunga putih ) dari tanaman yang heterozigot (berbunga merah muda).
Apabila tanaman-tanaman F2 homozigot berbunga merah (MM) dibiarkan menyerbuk
sesamanya atau menyerbuk sendiri, maka keturunannya akan selalu berbunga merah
saja. Demikian pula dengan tanaman- tanaman F2 homozigot berbunga putih (mm)
untuk selanjutnya akan selalu menghasilkan keturunan berbunga putih saja.
Adapun tanaman F2 heterozigot berbunga merah muda bila dibiarkan menyerbuk
sesamanya atau mengadakan penyerbukan sendiri akan selalu menghasilkan
keturunan yang memisah dengan perbandingan 1:2:1. Individu homozigot yang
selalu menghasilkan keturunan yang tetap (tidak memisah) dinamakan galur murni
(Suryo.1996).
Jika diadakan
penyerbukan silang antara dua tanaman homozigot yang berbeda satu sifat misalnya
Mirabilis jalapa (bunga pukul empat)
berbunga merah yang disilangkan dengan yang berbunga putih, maka terjadilah F1
yang berbunga jambon (Merah muda). F1
yang kita sebut monohibrida ini bukan homozigot lagi, melainkan suatu
heterozigot. Jika tanaman F1 ini kita biarkan mengadakan penyerbukan sendiri,
kemudian biji- biji yang dihasilkan itu kita tumbuhkan, maka kita peroleh F2
yang berupa tanaman berbunga merah, tanaman berbunga merah muda dan tanaman
berbunga putih, perbandingannya 1:2:1. Selanjutnya biji-biji F2 yang berbunga
merah kita tumbuhkan, maka kita peroleh F3 yang berbunga merah. Demikian pula
biji-biji dari F2 yang berbunga putih , jika kita tumbuhkan kita peroleh F3
yang berbunga putih. Namun sebaliknya, F2 yang berbunga merah muda kita
tumbuhkan akan menghasilkan F3 yang terdiri atas tanaman berbunga merah,
tanaman berbunga jmerah muda dan tanaman berbunga putih dalam perbandingan 1:2:1
(Wildan,1986).
Hal ini warna merah
muda kita namakan warna intermediet antara merah dan putih. Jadi F1 tersebut di
atas merupakan suatu monohibrida yang intermediet. Dalam suatu percobaan, jarang
ditemukan hasil yang tepat betul, karena selalu saja ada penyimpangan. Masalah
yang sering terjadi ialah berapa banyak penyimpangan yang masih bisa kita
terima. Menurut perhitungan para ahli statistik tingkat kepercayaan itu adalah
5 % yang masih dianggap batas normal penyimpangan, untuk percobaan genetika sederhana
biasanya dilakukan analisis uji Chi-squrae yaitu peluang menyangkut derajat
kepastian suatu kejadian terjadi atau tidak. Ilmu genetika, segregasi dan
rekombinasi gen juga didasarkan pada hukum peluang. Rasio fenotip persilangan
Heterozigot dalah 3:1 jika sifat tersebut diturunkan secara dominan penuh. Jika
terjadi persilangan dan hasilnya tidak sesuai dengan teori, kita dapat menguji
penyimpangan ini dengan uji Chi-square degan rumus sebagai berikut (Nio tjan kiaw,1991) :
X2 = (
)
Keterangan :
X2 = khi Quadrat
O = nilai pengamatan
E = nilai harapan
Monohibrid pada
tumbuhan dengan karakter batang tinggi yang dominan terhadap batang rendah
berlaku pada tumbuhan secara umum, termasuk jagung. Jagung dikenal adanya
karakter pertumbuhan batang seperti tebu. Jamur roti neurospora dikenal dengan karakter
warna mycelium yang merah dominan terhadap yang putih. Marmut seperti juga pada
hewan lainnya, gen dominan menyebabkan pigmentasi normal dan alelnya
menyebabkan albino. Marmut yang berpigmentasi normal adalah yang berbulu hitam,
dikawinkan marmot hitam dengan marmot albino maka anak-anaknya semua hitam.
Jika anaknya itu dikawini sesamanya maka akan menghasilkan hitam : putih 3 : 1.
Monohibrid pada manusia semacam bahan kimia sintesis bernama PTC, ada
segolongan orang yang bisa mengecapnya akan merasakan pahit dan segolongan
orang yang tidak bisa mengecapnya akan merasakan hambar. Rasa pahit disebabkan
karena adanya gen dominan. Selain pengecapan, banyak sifat lainnya yang mengikuti
sifat persilangan monohibrid, yaitu polydactyly, phenylketonuria, gigi coklat huntington’s chorea, crstic fibrosis dan lain sebagainya (Nio
tjan kiaw,1991).
Beberapa hal
penting tentang perkawinan monoibrid yaitu indifidu F1 adalah seragam. Jika
dominansi tampak sepenuhnya, maka indifidu F1 memiliki fenotip seperti induknya
yang dominan. Waktu F1 yang heterozigot membentuk gamet-gamet, terjadilah
pemisahan alel, sehingga gamet hanya mempunyai salah satu alel saja. Jika
dominasi nampak sepenuhnya, maka perkawinan monohibrid menghasilkan keturunan
dengan perbandingan 3:1 (Halang, 2012).
III. METODE PRAKTIKUM
A.
Bahan
dan Alat
Bahan yang
digunakan dalam praktikum ini yaitu biji kedelai, media tanam (tanah), label dan
lembar pengamatan. Alat yang digunakan adalah seedbox, dan alat tulis.
B.
Prosedur
kerja
Prosedur kerja
yang dilakukan pada praktikum ini, antara lain :
1. Biji
kedelai populasi P1, P2, F1, dan F2
ditanam pada seedbox yang berisi
tanah.
2. Biji
kedelai dibiarkan tumbuh dan berkecambah selama 1 minggu.
3. Warna
batang yang muncul diamati pada keturunan F2.
4. Data
dimasukkan ke dalam tabel uji Chi-square pada keturuan F2.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Bagan
Persilangan
Parental : Kedelai Grobogan (Berbunga
ungu) >< Kedelai Muria (Berbunga putih)
UU uu
G
: U
u
F1 : Uu (100 % Kedelai Berbunga Ungu)
UU
|
Uu
|
|
UU
|
UU
|
Uu
|
Uu
|
Uu
|
Uu
|
Genotip = UU : 2 Uu : uu
Fenotip
= 3 Kedelai berbunga ungu : 1 Kedelai berbunga putih
Tabel 7. Hasil
persilangan monohybrid
Pengamatan Ke
|
Warna Hipokotil
|
|||||||
P1
|
P2
|
F1
|
F1
|
F2
|
F2
|
F2
|
F2
|
|
1
|
-
|
-
|
ungu
|
-
|
-
|
-
|
ungu
|
-
|
2
|
ungu
|
putih
|
ungu
|
ungu
|
ungu
|
-
|
-
|
-
|
3
|
ungu
|
putih
|
putih
|
-
|
-
|
ungu
|
ungu
|
ungu
|
4
|
ungu
|
putih
|
ungu
|
-
|
ungu
|
ungu
|
ungu
|
ungu
|
5
|
-
|
putih
|
putih
|
ungu
|
-
|
ungu
|
ungu
|
-
|
6
|
ungu
|
putih
|
ungu
|
-
|
-
|
ungu
|
putih
|
putih
|
7
|
ungu
|
putih
|
ungu
|
-
|
-
|
ungu
|
ungu
|
putih
|
8
|
ungu
|
-
|
ungu
|
ungu
|
putih
|
ungu
|
ungu
|
ungu
|
9
|
ungu
|
putih
|
putih
|
ungu
|
ungu
|
ungu
|
-
|
-
|
10
|
ungu
|
putih
|
ungu
|
-
|
putih
|
-
|
-
|
-
|
Total Jumlah
|
8
|
8
|
14
|
24
|
||||
Tabel
8.Uji x2 pada keturunan F2
Karakteristik yang diamati
|
Jumlah
|
||
Ungu
|
Putih
|
||
Observasi (O)
|
19
|
5
|
24
|
Harapan (E)
|
3/4
x 40 = 30
|
1/4
x 40 = 10
|
40
|
(
|
(
= 110,25
|
(
= 20,25
|
130,5
|
(
|
(
|
(
|
5,69
|
X2
|
3,67
|
2,02
|
5,69
|
X2
tabel 3,84
X2 hitung 5,69
Kesimpulannya
yaitu percobaan tidak sesuai dengan Hukum Mendel I yaitu
persilangan monohibrid.
B.
Pembahasan
Persilangan
monohibrid adalah pewarisan sifat dari satu generasi ke generasi lain mengikuti
suatu pola yang teratur. Dan Mendel yang menemukan pola pewarisan tersebut,
atau yang lebih dikenal dengan hukum Mendel. Hukum Mendel I adalah “Alele
berpisah (segregasi) satu dari yang lain selama proses pembentukan gamet dan
diwariskan secara rambang kedalam gamet-gamet yang sama jumlahnya”. Sebagai
dasar segregasi satu pasang alel terletak pada lokus yang sama dari kromosom
homolog. Kromosom homolog ini memisah secara bebas pada Anafase I dari meiosis
dan tersebar kedalam gamet-gamet yang berbeda Hukum Mendel I
terkenal dengan nama Hukum pemisahan gen yang sealel (the law of segregation of allelic genes).
Hukum Mendel I ini berlaku untuk persilangan monohibrid. Persilangan monohibrid
adalah persilangan yang melibatkan satu sifat beda dari suatu individu (Aa)
(Suryo, 1984).
Beberapa
kesimpulan penting yang dapat diambil dari perkawinan dua individu dengan satu
sifat beda, yaitu (Suryo, 1984):
1. Semua
F1 adalah seragam.
2. Jika
dominasi nampak sepenuhnya, maka individu F1 memiliki fenotipe
seperti induk yang dominan.
3. Pada
waktu individu F1 yang heterozigotik itu membentuk gamet-gamet
terjadilah pemisahan Alel, sehingga gamet hanya memiliki salah satu alel saja.
4. Jika
dominansi nampak sepenuhnya, maka perkawinan monohibrid menghasilkan keturunan
yang memperlihatkan perbandingan fenotipe 3 : 1, tetapi memperlihatkan
perbandingan genotipe 1 : 2 : 1.
5. Jika
dominansi tidak sepenuhnya nampak dengan kata lain bersifat intermediet, maka
perkawinan monohibrid menghasilkan keturunan yang memperlihatkan perbandingan
fenotipe dan genotipe yang sama yakni 1:2:1 (Crowder, 1986).
Mendel melakukan
persilangan monohibrid yang melibatkan sepasang gen dengan sifat beda bertujuan
untuk mengetahui pola pewarisan sifat dari induk ke generasi berikutnya. Ketika
menyilangkan tanaman berbatang tinggi dengan berbatang pendek, didapatkan
keturunan pada generasi 1 (Filial : 1) ternyata berbatang panjang semua
(Susilowarno Gunawan dkk, 2003). Sedangkan manfaat dari persilangan monohibrid
yaitu untuk mengembangbiakan tanaman dengan sifat unggul, sehingga memperoleh
bibit yang unggul serta berkualitas tinggi dan dapat meningkatkan produksi
(Mikrajuddin Abdullah, Saktiyono dan Lutfi, 2007).
Hasil penelitian
persilangan monohibrid jagung yang dilakukan oleh (Rofiah dan Daryono Budi
Setiadi, 2009) diperoleh benih F1 12 tongkol, F2 10
tongkol dan back cross 4 tongkol. Biji yang diperoleh pada masing-masing
generasi mulai dari parental sampai back cross, selanjutnya diuji untuk dilihat
kadar protein totalnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein total
parental jagung Srikandi kuning sebesar 7,83%. Kadar protein total tersebut
lebih kecil dibandingkan dengan protein total hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan Azrai (2004) yaitu sebesar 10,3%. Penurunan tersebut kadar protein
tersebut kemungkinan disebabkan adanya pengaruh kenaikan kadar air pada
pembungkusan plastik. Pada F1 dihasilkan kadar protein yang rendah
masing-masing 7,30% dan 7,40% untuk F1 Srikandi kuning dan F1
Guluk-guluk. Hasil ini berarti sesuai dengan prinsip persilangan monohibrid
hukum Mendel, karena gen o-2 bersifat resesif dan bukan pewarisan yang bersifat
maternal. Pewarisan sifat dikatakan maternal apabila induk betina memberi
sumbangan lebih besar kepada keturunannya daripada induk jantan dan
dikendalikan oleh gen diluar nukelus. Sedangkan pada gen o-2 sudah diketahui
lokasi gennya. Sedangkan F2 terlihat adanya segregasi antara kadar
protein tinggi dengan kadar protein rendah. Pada ulangan 1, 2, 3, 7, 8
didapatkan kadar protein rendah (dibawah 10%) sedangkan ulangan 4, 5, 6 didapatkan
kadar protein tinggi sehingga didapatkan perbandingan 5 : 3 untuk kadar protein
rendah dan tinggi. Berdasarkan persilangan monohibrid Mendel, pada F2 akan
menghasilkan keturunan dengan perbandingan 3 : 1.
Pada akhir abad
ke-19, pembahasan dan pernyataan tentang gen mulai dikemukakan oleh Mendel.
Mendel melaporkan hasil percobaannya, bahwa sifat-sifat yang ada pada individu
ditentukan oleh sepasang unit. Anggota dari sepasang unit itu diturunkan oleh
setiap induk (orang tua) kepada individu keturunannya pada proses pewarisan
sifat. Pada tahun 1900, W.L. Johanssen mengusulkan nama untuk “unit” (yang
disampaikan Mendel) tersebut sebagai gen. Semenjak itu, penelitian terus
berjalan semakin pesat. Akhirnya pada tahun 1903, Sutton dan Boveri mengeluarkan
pernyataan bahwa sebenarnya gen-gen itu dibawa oleh kromosom (Rochmah, Sri
Widayati dan Mazrikhatul Miah. 2009).
Gen adalah unit genetis yang terdapat di
dalam kromosom. Dalam satu kromosom terdapat ribuan bahkan puluhan ribu gen.
Gen-gen tersebut terdapat di dalam DNA
dan merupakan segmen dari DNA yang berperan dalam menentukan sifat individu.
Dengan mikroskop elektron, gen tidak akan nampak melainkan struktur berupa asam
nukleat Deoxyribo Nucleic Acid (DNA). Oleh karena itu, gen adalah nama
fungsional, sedangkan DNA adalah nama strukturalnya. Di dalam kromosom, gen-gen
menempati suatu lokasi yang spesifik disebut lokus gen. Gen-gen itu terletak
berderet di sepanjang kromosom. Pada tahun 1982, berhasil dilaporkan letak gen
pada kromosom manusia. Suatu sifat dikendalikan oleh sepasang gen. Anggota dari
pasangan gen disebut sebagai alel, dimana satu alel diperoleh dari induk jantan
dan yang lain dari induk betina. Pasangan alel tersebut merupakan penentu dari
suatu sifat. Alel dinyatakan dengan bentuk huruf. Huruf yang dipilih biasanya
huruf terdepan dari sifat yang dominan. Sifat dominan ditulis dengan huruf
kapital. Misalnya, menuliskan sifat manis pada mangga yang dominan dengan sifat
masam, maka alel penentu manis dinyatakan dengan alel M dan sifat masam dengan
alel m. Sifat manis dinyatakan dominan, artinya sifat manis ditentukan oleh
alel dominan M. Apabila alel dominan M berpasangan dengan alel dominan M,
membentuk genotip MM (sifat manis). Namun, jika alel dominan M berpasangan
dengan alel resesif m maka genotipnya Mm (sifat manis). Genotip mangga
masam adalah mm. Mangga dengan genotip MM dan Mm memiliki fenotip yang sama,
yaitu rasanya manis. Mangga dengan genotip mm memiliki fenotip rasanya masam
(Rochmah, Sri Widayati dan Mazrikhatul Miah, 2009).
Jika gen
tersebut dua alel dominan, maka disebut gen homozigot dominan. Jika dibentuk
oleh dua alel resesif, maka disebut gen homozigot resesif. Sementara itu, jika
gen dibentuk oleh sebuah alel dominan dan sebuah alel resesif maka disebut gen
heterozigot. Susunan genetis suatu sifat (karakter) yang dikandung individu
disebut genotip. Genotip dinyatakan dengan sepasang huruf untuk setiap sifat.
Pasangan huruf dapat disusun oleh 2 huruf yang sama, dapat pula disusun oleh 2
huruf yang berbeda. Genotip yang dinyatakan dengan 2 huruf yang sama,
menunjukkan sifat homozigot. Apabila 2 huruf tersebut berbeda menunjukkan sifat
heterozigot. Fenotip adalah bentuk luar atau sifat individu yang dapat
ditangkap oleh panca indera kita. Contoh rambut hitam, rasa asin, warna merah,
suaranya keras, kulitnya kasar, tubuhnya gemuk, matanya sipit dan lain-lainnya
(Rochmah, Sri Widayati dan Mazrikhatul Miah, 2009).
Dari hasil percobaan yang dilakukan
dengan menggunakan 2 galur biji kedelai untuk mengetahui perbandingan genotip diperoleh 1 : 2 : 1 (HH : Hh : hh) dan
perbandingan fenotip yang diperoleh adalah 3 : 1.
Dengan rasio fenotipnya adalah :
HH : ungu
Hh : ungu
Hh : ungu
hh : putih
F1 seluruhya 100%
berwarna ungu, kemudian menghasilkan keturunan kedua atau F2 dengan
perbandingan 1 : 2 : 1 yaitu 3 berwarna ungu dan 1 berwarna putih. Persilangan
monohibrid menghasilkan 4 kombinasi keturunan dengan rasio fenotip 3:1. Jadi
setiap individu dapat berfenotip sama misalnya sama-sama ungu, tetapi
bergenotip tak sama seprti HH dan Hh.
Wildan yatim,
dalam bukunya yang berjudul genetika berpendapat bahwa sesungguhnya rasio
fenotip F2 3 : 1 hanya merupakan perhitungan secara teoritis rasio
ini diperoleh dari rasio genotipnya. Sebetulnya dalam kenyataan sehari-hari,
rasio fenotip yang didapat tidaklah persis demikian. Makin dekat nilai rasio
kenyataan, yang disebut o (observation) terhadap rasio teoritis, yang disebut e
(expected), makin sempurna data yang dipakai, berarti makin bagus pernyataan
fenotipnya. Kalau perbandingan o/e mendekati angka satu berarti data yang
didapat makin bagus, dan pernyataan fenotip tentang karakter yang diselidiki
mendekati sempurna. Akan tetapi, jika o/e menjauhi 1, data itu buruk dan
pernyataan fenotip tentang karakter yang diselidiki berarti dipengaruhi oleh
suatu faktor lain. Entah karena faktor lingkungan atau jumlah objek yang
diamati terlalu sedikit.
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa biji kacang kedelai P1
yaitu batang pertama berwarna ungu dan batang P2 berwarna putih (hh), hal tersebut benar
sesuai dengan pengamatan setelah biji kedelai ditanam dan tumbuh.F1 yang ditanam sebanyak 20 tanaman, hanya terdapat 14
tanaman yang tumbuh dimana 12 tanaman berwarna ungu dan 2 tanaman berwarna
putih.Biji kedelai F2 yang ditanaman sebanyak 40 biji, hanya terdapat 24 biji
yang tumbuh, dimana 19 biji kedelai yang tumbuh, batangnya berwarna ungu dan 5
biji kedelai yang tumbuh berwarna putih. Selanjutnya
hasil yang didapat diuji
X2 untuk mengetahui nilai peluang
dan didapatkan hasil bahwa nilai X2 hitung
lebih besar dari X2 tabel sehingga hasilnya tidak sesuai dengan
perbandingan hukum mendel I).
Dari pengamatan ini, jumlah individu F2 ada 40
tanaman, namun dalam proses pertumbuhannya hanya bertahan 24 tanaman
dikarenakan mungkin kondisi biji kedelai yang kurang baik sehingga tidak dapat
tumbuh dan penyiraman biji kedelai yang terlalu banyak menggunakan air sehingga
biji kedelai menjadi busuk.
Praktikum
persilangan monohibrid menggunakan kedelai, karena kedelai mempunyai karakter
yang mudah dibedakan dengan tanaman yang lain. Sehingga memudahkan menentukan
karakteristik kedelai. Telah dibuktikan pada hukum Mendel I bahwa tanaman
kedelai mempunyai karakter yang mudah dibedakan (Syukur et al, 2012).
Uji Chi Kuadrat adala hasil pengujian hipotesis
mengenai perbandinga antara frekuensi observasi yang benar-benar terjadi/actual
dengan frekuensi harapan. Frekuensi observasi, nilainya didapat dari hasil
percobaan. Sedangkan frekuensi harapan nilainya dapat dihitung secara teoritis.
Dalam statistic distribusi chi square digunakan dalam banyak hal. Mulai dari
pengujian proporsi data multinom, menguji kesamaan rata-rata poisson serta pengujian
hipotesis. (Suryo, 2003)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Hasil
percobaan yang dilakukan menggunakan 2 galur biji kedelai untuk mengetahui
perbandingan genotip diperoleh 1 : 2 : 1
(UU : Uu : uu) dan perbandingan fenotip yang diperoleh adalah 3 : 1, kemudian
dihitung menggunakan rumus uji Chi-square (X2).
Hasil percobaan tersebut tidak sesuai dengan Hukum
Mendel I yaitu persilangan monohibrid.
B.
Saran
Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan, saran yang dapat diberikan diantaranya:
1.
Praktikan harus
berhati-hati dalam melakukan setiap praktikum.
2.
Diharapkan
memperhatikan ketelitian dalam perhitungan.
3.
Dapat mengembangkan
hasil praktikum dilapangan.
4.
Memperhatikan
kebersihan pada alat yang akan digunakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Cahyono
Fransisca. 2010. “Kombinatorial Dalam Hukum Pewarisan Mendel”.Makalah, dalam Seminar Probolitas dan
Statistik ; IPB Bandung.
Crowder, L. V. 1986. Genetika
Tumbuhan. Gadjah Mada University ; Yogyakarta
Press.
Diah Aryulina dkk. 2004. Biologi SMA dan MA. Erlangga ; Jakarta
Djoko
Arisworo dan Yusa. 2006. Ilmu Pengetahuan
Alam untuk SMP.Grafindo. Media Pratama ; Jakarta
Dwi
Agus Wijanto dkk. 2013. “Penerapan Model Persamaan Diferensi dalam Penentuan Probabilitas Genotip Keturunan
dengan Dua Sifat Beda”. Ilmu Dasar.
Vol.
14 No. 2: 79-84
.
Halang,
Bund dan Muhammad Zaini. 2012. Penuntun
Praktikum Genetika . Jurusan PMIPA FKIP UNLAM ; Banjarmasin.
Mikrajuddin
Abdullah, Saktiyono dan Lutfi. 2007. IPA
Terpadu SMP dan MTs Jilid
3A.
Erlangga ; Jakarta
Nio Tjien Kiaw. 1991. Genetika Dasar Jurusan Biologi . ITB ; Bandung
Rochmah,
S. N., Sri Widayati, Mazrikhatul Miah. 2009. Biologi : SMA dan MA Kelas
XII. Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional ; Jakarta
Rofiah
dan Daryono Budi Setiadi. 2009. “Pewarisan Gen opaque 2 (o-2) pada Persilangan Jagung Lokal Madura (Zea
mays L. cv. Guluk-guluk) dengan Jagung
Unggul (Z.mays L. cv. Srikandi Kuning)”. Makalah,
dalam Seminar Nasional Biologi XX dan Kongres
PBI XIV, UIN Maliki Malang.
Roini
C. 2013. “Organisasi Konsep Genetika Pada Buku Biologi SMA kelas XII”.EduBio Tropika. Vol. 1 No. 1: 1-60.
Suryo. 1984. Genetika.
Gadjah Mada University Press ; Yogyakarta
Suryo. 2003. Genetika.
Gadjah Mada University Press ; Yogyakarta
Susilowarno Gunawan dkk. 2003. Biologi SMA untuk kelas XII. Grasindo ; Jakarta
Syukur,
Muhamad, Sriani Sujiprihati dan Rahmi Yunianti. 2012. Teknik Pemuliaan
Tanaman.
Niaga Swadaya ; Jakarta
Wildan, Yatim. 1986. Genetika. Tarsitu ; Bandung
LAMPIRAN