pub-7383082083714536 arsip: agroklimatologi
Tampilkan postingan dengan label agroklimatologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label agroklimatologi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 19 November 2016

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI ACARA VI KLASIFIKASI IKLIM UNTUK BIDANG PERTANIAN

BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang
Iklim adalah integrasi secara umum dari kondisi cuaca yang mencakup periode waktu tertentu pada suatu wilayah sedangkan cuaca menggambarkan kondisi atmosfir pada suatu saat. Kondisi cuaca ataupun iklim ini dicirikan oleh unsur-unsur atau komponen atau parameter cuaca atau iklim antara lain suhu, angin, kelembaban, penguapan, curah hujan serta lama dan intensitas penyinaran matahari. Kondisi dari unsur-unsur tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tinggi tempat, lintang tempat dan posisi matahari. 
Berdasarkan hal diatas, maka kondisi iklim di setiap daerah tidak sama dan oleh karena itu terdapat penggolongan iklim yang sering disebut dengan istilah klasifikasi iklim. Ada beberapa klasifikasi iklim yang dikenal, seperti iklim menurut Koppen, Thornthwaite (merupakan klasifikasi iklim yang meliputi skala dunia), serta Mohr, Schmidth Ferguson dan Oldeman (merupakan klasifikasi iklim di Indonesia). Klasifikasi iklim ini seringkali dinyatakan sebagai tipe hujan, karena data yang dianalisisnya adalah data curah hujan. Untuk penentuan klasifikasi ini telah disepakati datanya harus tersedia paling sedikit 10 tahun yang diperoleh dari satu stasiun klimatologi atau hasil rata-rata dari beberapa stasiun yang tercakup di daerah yang akan ditentukan tipe iklimnya. Data yang dikumpulkan adalah data curan hujan bulanan.


B.Tujuan
Tujuan praktikum pada acara VI adalah :
1.      Menetapkan kelas iklim suatu daerah berdasarkan data curah hujan suatu stasiun cuaca selama 10 tahun menurut Schimidth-Ferguson, dan menurut Oldeman.
2.      Menetapkan keadaan iklim berdasarkan kelas iklim menurut Schimidth-Ferguson, dan menurut Oldeman.




















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.Klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson
Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klsifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah dalam klasifikasian iklim Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah atau frekuensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan banyaknya jumlah  tahun pengamatan yang diamati (Irianto, 2000).
Klasifikasi ini merupakan modifikasi atau perbaikan dari sistem klasifikasi Mohr (Mohr menentukan berdasarkan nilai rata-rata curah hujan bulanan selama periode pengamatan). BB dan BK pada klasifikasi Schmidt-Ferguson ditentukan tahun demi tahun selama periode pengamatan yang kemudian dijumlahkan dan dihitung rata-ratanya. Dimana bulan kering adalah bulan dengan curah hujan < 60mm, bulan lembab yaitu bulan dengan curah hujan antara 60mm-100mm, dan bulan basah adalah bulan dengan curah hujan > 100m ( Guslim,2009 ).
 Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang (Lakitan,2002).


Klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson ditentukan dari nilai Q yang dikelompokkan menjadi 8 tipe iklim, yaitu :


Tabel 1. Klasifikasi Schmidt-Ferguson
Tipe Iklim
Nilai Q (%)
Keadaan Iklim dan Vegetasi
A
< 14,3
Daerah sangat basah, hutan hujan tropika
B
14,3 – 33,3
Daerah basah, hutan hujan tropika
C
33,3 – 60,0
Daerah agak basah, hutan rimba, daun gugur pada musim kemarau
D
60,0 – 100,0
Daerah sedang, hutan musim
E
100,0 – 167,0
Daerah agak kering, hutan sabana
F
167,0 – 300,0
Daerah kering, hutan sabana
G
300,0 – 700,0
Daerah sangat kering, padang ilalang
H
> 700,0
Daerah ekstrim kering, padang ilalang
Sumber : data primer setelah diolah, 2014
            Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung secara berturut-turut. Kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm. Untuk daerah tropis seperti indonesia, hujan merupakan faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian. Selain hujan, unsur iklim lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu, angin, kelembaban dan sinar matahari (Handoko,1990).

2.Klasifikasi iklim menurut Oldeman
Pada dasarnya Oldeman bersama-sama dengan beberapa kawannya melakukan klasifikasi terutama atas dasar curah hujan bhubungannya dengan kebutuhan air tanaman khususnya tanaman panagan semusim yaitu padi dan palawija. Oldeman ama halnya dengan Schmidt dan Ferguson maupun Mohr juga menggunakan istilah bulan basah dan bulan kering dalam penggolongannya. Klasifikasi iklim Oldeman tergolong klasifikasi yang baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih mengundang diskusi mengenai batasan atau kriteria yang digunakan. Namun demikian untuk keperluan praktis klasifikasi ini cukup berguna terutama dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia. Ia membuat dan menggolongkan tipe-tipe iklim di Indonesia berdasarkan pada kriteria bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering secara berturut-turut ( Dewi ,2005 ).
Pada dasarnya Kriteria bulan basah dan bulan kering yang dipakai Oldeman berbeda dengan yang digunakan oleh Koppen ataupun Schmidt-Ferguson Bulan basah yang digunakan Oldeman adalah sebagai berikut: Bulan basah apabila curah hujan lebih dari 200 mm. Bulan lembab apabila curah hujannya 100 - 200 mm. Bulan kering apabila curah hujannya kurang dari 100 mm. Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut ( Oldeman et al., 1980 ).
Kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm (Tjasyono, 2004).

Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zona A, zona B, zona C, zona D dan zona E sedangkan pemberian nama sub zona berdasarkana angka yaitu sub 1,2,3,4 dan 5. Zona A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zona B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zona C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zona D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik (Oldeman, 1980).
Berdasarkan kriteria di bawah ini kita dapat membuat klasifikasi tipe iklim Oldeman untuk suatu daerah tertentu yang mempunyai cukup banyak stasiun/pos hujan. Data yang dipergunakan adalah data curah hujan bulanan selama 10 tahun atau lebih yang diperoleh dari sejumlah stasiun/pos hujan yang kemudian dilakukan perhitungan untuk menentukan  rata-ratanya ( Subardjo, 2001 ).
   Tabel 2. Tipe utama klasifikasi Oldeman
NO.
TIPE UTAMA
PANJANG BULAN BASAH (BULAN)
1.
A
> 9
2.
B
7 – 9
3.
C
5 – 6
4.
D
3 - 4
5.
E
<3
   Sumber : data primer setelah diolah, 2014

   Tabel 3. Subtipe klasifikasi oldeman

NO.
SUB TIPE
PANJANG BULAN KERING (BULAN)
1.
1
<= 1
2.
2
2 - 3
3.
3
4 – 6
4.
4
> 6
  Sumber : data primer setelah diolah, 2014
















BAB III
METODE PRAKTIKUM


A.Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah data curah hujan 10 tahun beberapa stasiun cuaca (data dibagikan pada saat praktikum).Alat yang digunakan dalam adalah mesin hitung (kalkulator).



B.Prosedur Kerja
1.      Klasifikasi iklim menururt Schmidth-Ferguson
a)      Data curah hujan bulanan selama 10 tahun diurutkan menurut bulan.
b)      Ditentukan bulan kering (BK) dan bulan basah (BB) di setiap tahunnya.
c)      Dijumlahkan bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) kemudian dicari rata-ratanya.
d)     Ditentukan nilai Q berdasarkan rumus perhitungan dengan membandingkan jumlah BK dan BB.
e)      Ditentukan kelas iklimnya.

2.      Klasifikasi iklim menurut Oldeman
a)      Pada data curah hujan bulanan di berbagai lokasi di Indonesia dihitung jumlsh periode kering dan periode basahnya pada setiap lokasi.
b)      Ditentukan tipe iklim utama dan sub-divisi.
c)      Pada data curah hujan bulanan pada lokasi tertentu dicari rata-rata curah hujan setiap bulan.
d)     Dari data rata-rata curah hujan pada tiap bulan itu kemudian dihiung jumlah periode basah dan periode keringnya.
e)      Ditentukan tipe iklim utama dan sub-divisinya.


















BAB 1V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Praktikum

Tabel 1. Curah Hujan Bulan pada Banjarnegara.
Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt
Nop
Des
Ferguson 
Oldeman
(mm)
BB
BK
BB
BK
I 1982
556
527
513
230
0
0
0
0
0
3
125
631
6
6
5
6
II 1983
453
544
336
474
574
101
0
0
12
392
654
519
9
3
8
3
III 1984
679
549
500
733
209
46
51
10
316
376
455
433
9
3
9
3
IV 1985
606
523
532
506
231
149
27
80
56
229
433
425
9
2
8
3
V 1986
454
325
792
491
189
236
76
77
325
303
580
449
10
0
8
2
VI 1987
641
697
409
213
10
59
34
0
0
0
495
614
6
6
6
6
VII 1988
528
388
642
151
287
257
23
5
68
322
313
244
9
2
6
3
VIII 1989
503
432
413
270
277
341
161
64
42
302
530
271
10
1
9
2
IX 1990
493
595
393
353
269
146
163
146
15
118
327
441
11
1
7
1
X 1991
251
355
460
376
104
0
0
0
0
167
359
386
8
4
6
4
Jumlah
5164
4935
4990
3797
2150
1335
535
382
834
2212
4271
4413
87
28
72
33
Rata-rata
516.4
493.5
499
379.7
215
133.5
53.5
38.2
83.4
221.2
427.1
441.3
8.7
2.8
7.2
3.3

Menurut Schmidt – Ferguson;                                                                                          Menurut Oldeman;
Q         =                                                                                         BK = 3  BB = 7
Q         =                                                                                          Zona Agroklimat = B2
Q         =  32,18
Jadi zona agroklimatnya termasuk dalam kelas B atau daerah basah.

          Tabel 2. Curah Hujan Bulan pada Klampok.
Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt
Nop
Des
Ferguson 
Oldeman
(mm)
BB
BK
BB
BK
I 1982
404
233
208
157
0
5
10
0
0
0
50
447
5
7
4
7
II 1983
419
331
336
257
515
8
2
0
6
233
317
455
8
4
8
4
III 1984
479
319
412
362
146
49
63
48
374
234
202
289
9
2
8
3
IV 1985
303
264
352
314
160
148
28
39
545
409
596
213
10
2
8
2
V 1986
230
206
687
304
23
264
84
28
472
176
659
422
9
2
6
2
VI 1987
371
562
149
104
178
28
Rusak
0
0
Rusak
139
525
7
3
3
2
VII 1988
509
252
455
218
585
280
24
85
84
517
521
332
9
1
9
3
VIII 1989
339
380
212
312
291
317
107
67
0
211
189
34
9
1
6
2
IX 1990
262
237
396
444
114
196
155
117
20
62
208
351
10
1
6
2
X 1991
527
385
159
114
0
0
0
0
0
0
94
372
5
6
3
6
Jumlah
3843
3169
3366
2586
2012
1295
473
384
1501
1842
2975
3440
81
29
66
33
Rata-rata
384.3
316.9
336.6
258.6
201.2
129.5
52.5
38.4
150.1
204.6
297.5
344
8.1
2.9
6.6
3.3

Menurut Schmidt – Ferguson;                                                                                              Menurut Oldeman;
Q =                                                                                                                  BK = 3  BB = 7
Q =                                                                                                                    Zona Agroklimat = B2      
Q = 35.80 %
Jadi zona agroklimatnya termasuk dalam kelas C (daerah agak basah).
                       


          Tabel 3. Curah Hujan Bulan pada Bukateja.
Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt
Nop
Des
Ferguson 
Oldeman
(mm)
BB
BK
BB
BK
I 1982
355
229
250
291
0
0
14
0
0
0
57
275
5
7
5
7
II 1983
475
335
269
332
513
5
0
0
12
325
382
431
8
4
8
4
III 1984
549
259
390
492
130
83
128
60
350
247
197
265
10
0
5
0
IV 1985
297
396
263
376
209
102
55
33
24
330
472
244
9
3
8
3
V 1986
194
520
618
328
84
275
74
23
249
237
555
256
9
1
4
2
VI 1987
320
714
321
235
78
46
29
0
0
0
605
743
6
5
6
6
VII 1988
506
220
385
178
441
237
20
132
77
331
550
393
10
1
6
1
VIII 1989
491
601
341
471
294
458
114
60
0
294
355
254
10
1
9
2
IX 1990
408
309
286
317
646
230
196
162
79
221
312
525
11
0
9
1
X 1991
662
469
227
318
0
0
0
0
0
256
511
0
6
6
4
5
Jumlah
4257
4052
3350
3338
2395
1436
630
470
791
2241
3996
3386
84
28
64
26
Rata-rata
425.7
405.2
335
333.8
239.5
143.6
63
47
79.1
224.1
399.6
338.6
8.4
2.8
6.4
2.6

Menurut Schmidt – Ferguson;                                                                                              Menurut Oldeman;
Q =                                                                                                                  BK = 3  BB = 6
Q =                                                                                                                    Zona Agroklimat = C2      
Q = 33,33 %
 Jadi zona agroklimatnya termasuk dalam kelas B (daerah basah).


Tabel 4. Curah Hujan Bulan pada Wanadadi.
Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt
Nop
Des
Ferguson
Oldeman
(mm)
BB
BK
BB
BK
I 1982
509
466
520
323
5
29
18
0
0
20
172
613
6
6
5
6
II 1983
464
474
450
331
733
156
8
1
16
394
498
661
9
3
8
3
III 1984
567
569
416
715
306
105
142
29
386
527
724
540
11
1
9
1
IV 1985
640
472
169
515
345
222
28
177
102
430
513
578
11
1
5
1
V 1986
780
514
839
562
158
161
79
68
417
580
797
453
10
0
8
2
VI 1987
718
518
394
304
250
101
83
2
4
8
290
813
8
3
7
4
VII 1988
638
307
755
355
484
258
32
87
21
400
663
426
9
2
9
3
VIII 1989
492
424
378
139
142
366
293
57
75
218
295
544
10
1
6
2
IX 1990
248
475
445
302
274
189
136
87
66
201
249
671
10
0
8
2
X 1991
54
491
271
218
78
0
0
0
0
239
683
619
6
5
3
5
Jumlah
5110
4710
4637
3764
2775
1587
819
508
1087
3017
4884
5918
90
22
68
29
Rata-rata
511
471
463.7
376.4
277.5
158.7
81.9
50.8
108.7
301.7
488.4
591.8
9
2.2
6.8
2.9

Menurut Schmidt – Ferguson;                                                                                              Menurut Oldeman;
Q =                                                                                                                  BK = 3  BB = 7
Q =                                                                                                                    Zona Agroklimat = B2      
Q = 24,44 % 
Jadi zona agroklimatnya termasuk dalam kelas A(daerah sangat basah).

                        
Tabel 5. Curah Hujan Bulan pada Krikil.
Tahun
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt
Nop
Des
Ferguson
Oldeman
(mm)
BB
BK
BB
BK
I 1982
678
142
454
92
0
0
14
0
0
6
695
304
5
6
3
6
II 1983
408
526
192
159
473
36
0
0
11
235
340
727
8
4
5
4
III 1984
500
320
428
510
114
114
31
35
335
209
365
219
10
2
8
2
IV 1985
184
136
228
179
68
144
78
54
99
219
840
145
8
1
2
3
V 1986
217
241
763
230
70
70
66
79
294
168
772
288
8
0
6
4
VI 1987
359
0
317
236
161
36
50
0
0
16
183
460
6
6
2
5
VII 1988
368
233
344
96
148
148
20
36
88
207
220
174
8
2
3
3
VIII 1989
251
190
220
148
172
139
79
33
0
121
118
222
9
2
2
3
IX 1990
225
213
193
197
117
131
102
79
24
107
153
384
10
1
3
2
X 1991
419
155
187
207
0
0
0
0
0
rusak
0
rusak
4
6
1
5
Jumlah
3609
2156
3326
2054
1323
818
440
316
851
1288
3686
2923
76
30
35
35
Rata-rata
360.9
215.6
332.6
205.4
132.3
81.8
44.0
31.6
85.1
143,1
368.6
234.7
7.6
3
3.5
3.5

Menurut Schmidt – Ferguson;                                                                                              Menurut Oldeman;
Q =                                                                                                                  BK = 3  BB = 3
Q =                                                                                                                    Zona Agroklimat = D3      
Q = 39,47%
Jadi zona agroklimatnya termasuk dalam kelas C (daerah agak basah).

B.Pembahasan
Iklim merupakan keadaan cuaca, yaitu perpaduan interaksi dari berbagai unsur cuaca dalam jangka waktu yang lama. Setiap tempat di belahan bumi memiliki iklim yang berbeda. Hal ini disebabakan adanya perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi iklim di setiap daerah. Kedudukan matahari yang berubah-ubah menjadi faktor utama perbedaan iklim. Sementara itu, radiasi matahari merupakan pemicu utama terbentuknya cuaca atau iklim. Selain kedudukan matahari, perbedaan iklim juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tempat. 
Cuaca dan iklim muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang kompleks yang terjadi di atmosfer bumi. Kompleksitas proses fisik dan dinamis di atmosfer bumi ini akibat dari perputaran planet bumi mengelilingi matahari dan perputaran bumi pada porosnya. Pergerakan planet bumi ini menyebabkan besarnya energi matahari yang diterima oleh bumi tidak merata, sehingga secara alamiah ada usaha pemerataan energi yang berbentuk suatu sistem peredaran udara, selain itu matahari dalam memancarkan energi juga bervariasi atau berfluktuasi dari waktu ke waktu (Winarso, 2003). Iklim terbentuk karena interaksi dari unsur-unsur pembentuk iklim yaitu hujan, suhu, radiasi total dan lama penyinaran matahasi, kelembaban relatif, kecepatan angin, dan evaporasi. Akibat dari perbedaan keadaan atau interaksi unsur-unsur pembentuk inilah sehingga setiap tempat memiliki iklim yang berbeda.
Salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi tanaman adalah iklim. Wilayah dengan kondisi iklim tertentu akan didominasi oleh spesies tumbuhan tertentu, yakni yang dapat beradaptasi baik pada kondisi iklim tersebut. Berdasarkan keterkaitan yang erat antara kondisi iklim dengan spesies tumbuhan yang dominan, beberapa ahli telah membuat klasifikasi iklim berdasarkan jenis tumbuhan dominan pada wilayah tersebut (Supriyadi dkk, 2007). Dalam klasifikasi iklim dapat diterapkan dua pendekatan yaitu: pendekatan genetik dan pndekatan generik. Pendekatan genetik didasarkan pada faktor yang menentukan dan mneyebabkan iklim berbda, misalnya pola sirkulasi udara, radiasi bersih, dan flux kelembaban. Sementara itu, pendekatan generik berdasarkan pada unsur iklim yang diamati atau efek terhadap gejala lain.
Dalam pendekatan generik digunakan dua dasar pengkalisifikasian yaitu berdasarkan rational moisture budget dan pertumbuan vegetasi. Kemudian berdasarkan pertumbuhan vegetasi dikenal tiga sistem yaitu sistem Koppen, Schmidth-Ferguson, dan Oldeman.
Penggolongan iklim menurut Schmidt-Fergusson menggunakan prinsip bulan kering dan bulan basah seperti pada penggolongan menurut Mohr. Bulan basah yaitu bulan yang menerima curah hujan lebih besar dari 100mm, Bulan kering yaitu bulan yang menerima curah hujan kurang dari 60 (Waryono dkk. 1987). Kelas iklim menurut Ferguson ditentukan dengan menghitung nilai Q.
dari hasil penghitungan Q itulah kemudian ditentukan kelas iklimnya.
Zona
Nilai Q
Kondisi Iklim
A
<14.3
sangat basah
B
14.3≤Q<33.3
basah
C
33.3≤Q<60.0
agak basah
D
60.0≤Q<10.0
Sedang
E
10.0≤Q<16.7
agak kering
F
167 ≤Q<300
Kering
G
300 ≤Q< 700
sangat kering
H
≥ 700
luar biasa kering
(Waryono dkk. 1987: 124)

Penggolongan iklim menurut Oldeman didasarkan pada bulan basah dan bulan kering yang berturut-turut. Klasifikasi ini digunakan untuk keperluan pertanian di Indonesia (Kartasapoetra. 1993). Kriteria penilaiannya adalah bulan kering (BK), bulan lembab (BL), dan bulan basah (BB), yang batasnya memperhatikan peluang hujan, ujan efektif, dan kebutuhan air tanaman. Karena penerapan konsep dengan memperthatikan peluang hujan, hujan efektif, dan kebutuhan air tanaman maka dikriteriakan bulan kering adalah bulan dengan curah hujan <100 mm, dan bulan basah memiliki curah hujan >200 mm. 
Dalam penentuan tipe iklim berdarkan pada lamanya periode buan basah dan ulan kering. Periode basah diperoleh dari jumlah bulan basah berurutan dan periode kering diperoleh dari jumlah bulan kering berurutan. Periode bulan basah digunakan untuk menentukan tipe iklim, dan periode bulan kering digunakan untuk menentukan Sub-divisi.

Tipe utama
Periode basah
A
>9
B
7-9
C
5-6
D
3-4
E
0-2

Sub-divisi
Periode kering
1
0-1
2
2-3
3
4-6
4
>6

Masing-masing zona agroklimat ini digolongkan kembali menjadi beberapa subzona berdasarkan jumlah bulan kering yang berturut-turut, yaitu:
1.   BK < 2 bulan, maka pada zona tersebut dapat dilakukan budidaya tanaman sepanjang tahun.
2.   BK antara 2-3 bulan, maka untuk dapat melakukan budidaya tanaman sepanjang tahun diperlukan perencanaan matang.
3.   BK antara 4-6 bulan, maka dapat dilakukan 2 kali musim tanam.
4.   BK antara 7-9 bulan, maka hanya dapat dilakukan 1 kali tanam.
5.   BK > 9bulan, maka tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, jika tidak dikembangkan sistem irigasi yang menjamin ketersediaan air.
Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Berdasarkan iklim dapat ditentukan jenis vegetasi yang tumbuh di lokasi tersebut. Untuk mengetahui apakah tanamn dapat tumbuh sesuai untuk iklim tertentu, diperlukan syarat tumbuh dan informasi cuaca yang lebih rinci dari beberapa dekade dengan nilai rata-rata bulanan danpola sebaran sepanjang tahun (Irianto dkk, 2000). Karena itu perlu dilakukan pegklasifikasian iklim untuk mnentukan jenis tanaman yang sesuai dengan keadaan iklim di lokasi tertentu. 
Sistem klasifikasi lain yang tergolong baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih mengandung diskusi mengenai batasan dan kriteria yang digunakan. Namun demikian, untuk keperluan praktis klasifikasi ini cukup berguna khususnya dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia. Oldeman telah membuat sistem baru dalam klasifikasi iklim yang dihubungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan. Kriteria dalam klasifikasi iklim ini didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan lembab (BL), dan bulang kering (BK) yang batasannya memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman (Handoko, 1992).
Klasifikasi iklim memiliki tujuan menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus. Dasar-dasar klasifikasi iklim diantaranya: 
a.    Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi).
b.    Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. 
c.    Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut.
Dalam pengklasifikasikan iklim perlu memperhatikan beberapa hal diataranya tujuan klasifikasi iklim dibuat untuk : pertanian, kelautan, penerbangan dll, luas cakupan wilayah klasifikasi iklim : makro. meso, dan mikro, latar belakang pembuatan klasifikasi iklim. Selain beberapa hal tersebut, secara umum perlu dipahami faktor-fakor pengendali iklim seperti keragaman intensitas cahaya matahari, distribusi tanah dan air Arus laut, angin yang mendominasi, posisi daerah tekanan tinggi dan rendah, posisi gunung, dan ketinggian tempat.
       Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002).
       Suatu wilayah yang mempunyai kondisi iklim cocok untuk tanaman akan memungkinkan untuk dikembangkan sebagai pusat produksi.pusat produksi tanaman adalah suatu daerah yang telah terbukti memenuhi persyaratan kesesuaian iklim pada wilayah yang cukup luas dengan produktivitas tinggi (ton/ha/musim panen) dalam jangka waktu lama. Konsepsi dasar dalam pewilayahan kmoditi secara bertahap, diawali dengan study agroekologi utama yang hanya mempertimbangkan faktor biofitis yaitu iklim, tanah, dan toposifiografi (Nasir, 2001).
Tujuan stasiun agroklimat adalah mendapatkan data klimatologis yang pengukurannya dilakukan secara kontinu dan meliputi periode waktu yang lama paling sedikit sepuluh tahun. Bagi stasiun klimatologi pengamatan utama yang dilakukan meliputi unsur curah hujan, suhu udara, arah dan laju angin, kelembaban, macam dan tinggi dasar awan, banglas horisontal, durasi penyinaran matahari dan suhu tanah. Oleh karena itu persyaratan stasiun klimatologi ialah lokasi, keadaan stasiun, dan lingkungan sekitar yang tidak mengalami perubahan agar pemasangan dan perletakan alat tetap memenuhi persyaratan untuk menghasilkan pengukuran yang dapat mewakili (Prawirowardoyo, 1996).

Berdasarkan table 1, dapat diartikan bahwa kota Banjarnegara menurut S-F memiliki iklim B, dengan kondisi iklim Basah. Sedangkan menurut Oldeman B2, ini berarti kota Banjarnegara memiliki bulan basah 7-9  dengan periode bulan kering 2-3, maka untuk budidaya tanaman sepanjang tahun perlu perencanaan yang matang.
Berdasarkan table 2 diatas, dapat diartikan bahwa kota Klampok menurut S-F memiliki iklim C, dengan kondisi iklim Agak Basah. Sedangkan menurut Oldeman B2, ini berarti kota Klampok memiliki bulan basah 7-9 dengan periode bulan kering 2-3,maka untuk melakukan budidaya tanaman sepanjang tahun perlu perencanaan matang
Berdasarkan table 3 diatas, dapat diartikan bahwa kota Bukateja menurut S-F memiliki iklim B, dengan kondisi iklim Basah. Sedangkan menurut Oldeman C2, ini berarti kota Krikil memiliki bulan basah 5-6 dengan periode bulan kering 2-3, maka untuk budidaya tanaman sepanjang tahun perlu perencanaan yang matang.
Berdasarkan table 4 diatas, dapat diartikan bahwa kota Wanadidi menurut S-F memiliki iklim A, dengan kondisi iklim Sangat Basah. Sedangkan menurut Oldeman B2, ini berarti kota Wanadidi memiliki bulan basah 7-9 dengan periode bulan kering 2-3, maka untuk budidaya tanaman sepanjang tahun perlu perencanaan yang matang.
Berdasarkan table 5 diatas, dapat diartikan bahwa kota Krikil menurut S-F memiliki iklim C, dengan kondisi iklim Agak Basah. Sedangkan menurut Oldeman D3, ini berarti kota Krikil memiliki bulan basah 3-4 dengan periode bulan kering 4-6, maka untuk budidaya tanaman dapat dilakukan 2 kali musim tanam.





BAB V
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari pengamatan dapat disimpulkan:
1.      Pengklasifikasian iklim sangat diperlukan untuk mengembangkan pertanian terkait pemilihan jenis tanaman yang sesuai.
2.      Untuk menentukan jenis iklim dapat digunakan metode shmidth-Ferguson dan Oldeman
3.      Untuk menentukan tipe atau zona iklim diperlukan data curah hujan bulanan selama 10 tahun.

B.Saran
Dalam praktikum selanjutnya diharapkan agar praktikan lebih teliti dalam pengambilan data dan pembuatan ACC an.Dengan adanya klasifikasi iklim dan pembagian iklim di dunia ini di harapkan agar bisa lebih efektif dan efesien dalam bidang pertanian maupun perkebunan dalam menentukan bahan, lahan, maupun kondisi iklim di suatu daerah tersebut agar mendapat hasil yang memuaskan dan dapat membuat perekonomian menjadi lebih baik.










DAFTAR PUSTAKA


Dewi Nur Kusuma, 2005. Kesesuaian Iklim terhadap Pertumbuhan Tanaman. Skripsi Jurusan Biologi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Guslim. 2009. Agroklimatologi. USU Press. Medan.
Handoko ahmad, 1994 .Penerimaan    radiasi  surya   di permukaan   bumi    sangat
bervariasi menurut tempat dan waktu. Jakarta: balai pustaka.
Irianto dkk. 2000. Keragaman Iklim sebagai Peluang Diversifikasi.  Institut
Pertanian Bogor. Bogor.         
Kertasapoetra, A.G. 2004. Klimatologi : Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan
Tanaman. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Lakitan, Benyamin. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Cetakan Ke-dua. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Nasir, A.A. 2001. Iklim dan Produksi Tanaman. Jurusan Geometeorologi. FMIPA IPB : Bogor
Oldeman, L R.,I. Las, dan   Muladi, 1980.   The Agroclimatic  Maps of   Kalimantan,
Maluku, Irian jaya, dan Bali, Bogor, West and East Nusa tenggara . res. Ins. Agric
Prawiroardoyo, S. 1996. Meteorologi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Supriyadi S, dkk. 2007. Model dinamika penilaian kesesuaian agroklimat tanaman 
kedelai. Jurnal Agromet Indonesia 21(1):55-64 .
Subardjo M.2001. Buku Ajar Meteorologi Dan Klimatologi. Universitas Lampung
Bandar Lampung.
Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. Cetakan Ke-2. IPB Press. Bandung
Waryono. 1987. Pengantar Meteorologi dan Klimatologi. PT. Bina Ilmu. Surabaya.
Winarso, Paulus Agus.2003. Variabilitas/Penyimpangan Iklim atau Musim Di
Indonesia dan Pengembangannya. Makalah pada Seminar Nasional Ilmu
Tanah dengan tema Menggagas Strategi Alternatif dalam Menyiasati Penyimpangan Iklim serta Implikasinya pada Tataguna Lahan dan Ketahanan Pangan Nasional di Universitas Gajah Mada.Yogyakarta






Nilai dari Teknologi Mekanisasi Pertanian (combine harvester) di Desa Waiketam Baru, Kec. Bula Barat, Kab. Seram Bagian Timur

  Nilai dari Teknologi Mekanisasi Pertanian (combine harvester) di Desa Waiketam Baru, Kec. Bula Barat, Kab. Seram Bagian Timur   1.  Gambar...