pub-7383082083714536 arsip: hukum mendel
Tampilkan postingan dengan label hukum mendel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hukum mendel. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 Mei 2017

laporan praktikum genetika tumbuhan acara 5 penyimpangan hukum mendel

    I.     PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Hukum Mendel merupakan dasar dari perwarisan sifat, namun penelitian lebih lanjut menemukan bahwa banyak gen yang tidak sesuai hukum Mendel. Jika perbandingan fenotipe F2 hasil persilangan monohibrid dan dihibrid berdasarkan hukum Mendel adalah 3:1 dan 9:3:3:1, penelitian lain menghasilkan perbandingan F2 yang berbeda. Penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh adanya interaksi antar gen. Interaksi tersebut menghasilkan perbandingan fenotipe yang menyimpang dari hukum Mendel. Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotif yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendel, meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotif yang diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotif  Hukum Mendel semula. Bagi pemulia tanaman mempelajari penyimpangan Hukum Mendel merupakan suatu keharusan karena Hukum Mendel adalah hukum genetika, oleh karena itu pada laporan ini akan membahas mengenai penyimpangan Hukum Mendel.

B.     Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui penyimpangan Hukum Mendel.


                                                                                                                                      II.     TINJAUAN PUSTAKA
Persilangan dihibrid yaitu persilangan dengan dua sifat beda sangat berhubungan dengan hukum Mendel II yang berbunyi “independent assortment of genes” atau pengelompokan gen secara bebas. Hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet, gen sealel secara bebas pergi ke masing-masing kutub ketika meiosis. Hukum Mendel II disebut juga hukum asortasi. Mendel menggunakan kacang ercis untuk dihibrid, yang pada bijinya terdapat dua sifat beda, yaitu soal bentuk dan warna biji. B untuk biji bulat, b untuk biji kisut, K untuk warna kuning dan k untuk warna hijau. Jika tanaman ercis biji bulat kuning homozigot (BBKK) disilangkan dengan biji kisut hijau (bbkk), maka semua tanaman F1 berbiji bulat kuning. Apabila tanaman F1 ini dibiarkan menyerbuk kembali, maka tanaman ini akan membentuk empat macam gamet baik jantan ataupun betina masing-masing dengan kombinasi BK, Bk,Bk, bk. Akibatnya turunan F2 dihasilkan 16 kombinasi.yang terdiri dari empat macam fenotip, yaitu 9/16 bulat kuning, 3/16 bulat hijau, 3/16 kisut kuning dan 1/16 kisut hijau. Dua diantara fenotip itu serupa dengan induknya semula dan dua lainnya merupakan fariasi baru (Kimballm, 1987).
Beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain, digunakan untuk menumbuhkan karakter. Gen- gen itu mungkin terdapat pada kromosom sama (berangkai), mungkin pula pada kromosom berbeda. Setelah penemuan Mendel dan penelitian awal tentang pewarisan sifat secara bebas, diketahui bahwa tidak semua keturunan yang bersegregasi dapat dipisahkan menjadi kelas-kelas yang jelas dengan nisbah yang sederhana. Keragaman nisbah genetika Mendel ini dapat dijelaskan berdasarkan adanya interaksi gen (Crowder, 1993).
Peristiwa dua gen atau lebih yang bekerjasama atau menghalang-halangi dalam memperlihatkan fenotipe, disebut interaksi gen. Interaksi gen mula-mula ditemukan oleh William Bateson (1861-1926) dan R. C. Punnet (1906) pada bentuk pial (jengger) ayam. Karena ada interaksi maka perbandingan fenotipe keturunan hibrid menyimpang dari penemuan Mendel, disebut juga penyimpangan Hukum Mendel. Peristiwa penyimpangan persilangan monohibrid dominan resesif menghasilkan F2 dengan perbandingan dominan : resesif 3 : 1, sedangkan dihibrida akan menghasilkan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Kasus tertentu, perbandingan tersebut tidak tepat sama dengan perbandingan tersebut. Misalnya, persilangan monohibrida menghasilkan perbandingan 1 : 2 :1, sedangkan persilangan dihibrida menghasilkan perbandingan 9 : 6 : 1 (Gen duplikat dengan efek kumulatif) atau 15 : 1 (Polimeri atau Epistasis dominan duplikat). Jika menurut Mendel fenotipe F2 itu ada 4 kelas, tetapi karena ada interaksi susut menjadi 2 atau 3 kelas (Yatim, 1986).
Prinsip Hukum Mendel Hukum-hukum mendel merupakan prinsip dasar genetika, hukum Mendel terdiri atas 2 hukum, yaitu:
1. Hukum Mendel I
a. Peristiwa pembentukan sel kelamin (gamet), pasangan-pasangan alel a memisah secara bebas.
b. Berlaku untuk pembastaran dengan satu sifat beda (monohibridisasi), baik dominansi maupun intermediet.
2. Hukum Mendel II (Hukum Kebebasan Mendel = Prinsip berpasang-pasangan secara bebas)
a. Peristiwa pembentukan gamet, alel-alel mengadakan kombinasi secara bebas sehingga kombinasi sifat-sifat yang muncul dalam keturunannya beraneka ragam.
b. Berlaku untuk pembastaran dengan dua sifat beda (dihibridisasi) atau lebih, baik dominansi maupun intermediet ( Yatim,1986 ).
Menentukan fenomena terutama  yang berkaitan dengan peristiwa penyimpangan hukum Mendel yang diamati sesuai atau tidak dengan teori tertentu, perlu dilakukan suatu pengujian dengan melihat besarnya penyimpangan nilai pengamatan terhadap nilai harapan. Selanjutnya besarnya penyimpangan tersebut dibandingkan terhadap kriteria model tertentu. Percobaan persilangan akan dibandingkan frekuensi genotip yang diamati terhadap frekuensi harapannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut, untuk fo merupakan bentuk lain dari O (nilai observasi), sedangkan fe merupakan bentuk lain dari E (Expectation  atauharapan). Jika nilai X2 hitung lebih kecil dari nilai X2 tabel maka hipotesis diterima, berlaku juga sebaliknya (Welsh,1991).



                        III.     METODE PRAKTIKUM
A.    Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kantong plastik dan kancing warna. Alat yang digunakan adalah lembar pengamatan dan alat tulis.  
B.     Prosedur kerja
1.      Satu kantong plastik berisi kancing warna diambil, kemudian dikocok hingga homogen.
2.      Satu butir kancing diambil lalu warnanya dicatat.
3.      Pengambilan kancing dilakukan 90x dan 160x, kemudian dicatat pada lembar pengamatan yang disediakan pada saat praktikum.
4.      Data dianalisi dengan uji X2.
5.      Kode kantong dibagian atas dicantumkan.







IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A.    Hasil

Tabel 16. Perhitungan X2 90X Pengambilan Kancing.

Karakteristik yang Diamati

Jumlah
Hitam
Pink
Merah
Observasi (O)
47
39
        4
  90
Harapan (E)
  90
(O-E)2
( 47 - 50,63 )2
( 39 – 33,75 )2
( 4 – 5,62 )2
X2
0,26
0,81
0,48
 1,55
X2  tabel = 5,99
Xhitung = 1,55
X2 hitung < X2 tabel
Kesimpulan : percobaan sesuai atau signifikan sesuai dengan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif ( perbandingan 9 : 6 : 1 )





















Tabel 17. Perhitungan X2 160X Pengambilan Kancing.

Karakteristik yang Diamati

Jumlah
Hitam
Pink
Merah
Observasi(O)
94
61
5
  160
Harapan (E)
  160
(O-E)2
( 94 – 90 )2
( 61 - 60 )2
( 5 - 10 )2
   X2
0,17
0,01
2,5
  2,68
X2 tabel = 5,99
X2 hitung = 2,68
X2 hitung < X2 tabel
Kesimpulan : percobaan sesuai atau signifikan sesuai epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif ( perbandingan 9 : 6 : 1 )





























B.     Pembahasan
Interaksi antargen adalah penyebab penyimpangan semu hukum Mendel, dapat berupa epistasis hipostasis, polimeri, kriptomeri, dan adanya gen komplementer. Interaksi gen adalah penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi nisbah fenotip, tetapi menimbulkan fenotip-fenotip yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Selain terjadi interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara genetik. Selain mengalami berbagai modifikasi rasio fenotip karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotip, tetapi menimbulkan fenotip-fenotip yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen (Suryo, 2001).
Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Menurut William D. Stansfield (1991) fenotip adalah hasil produk gen yang dibawa untuk diekspresikan ke dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini tidak hanya meliputi berbagai faktor eksternal seperti temperatur dan banyaknya suatu kualitas cahaya, sedangkan faktor internalnya meliputi hormon dan enzim. Gen merinci struktur protein. Semua enzim yang diketahui adalah protein. Enzim melakukan fungsi katalis, yang menyebabkan pemecahan atau penggabungan berbagai molekul. Semua reaksi kimiawi yang terjadi di dalam sel merupakan persoalan metabolisme. Reaksi – reaksi ini merupakan reaksi pengubahan bertahap satu substansi menjadi substansi lain, setiap langkah (tahap) diperantarai oleh suatu enzim spesifik. Semua langkah yang mengubah substansi pendahulu (prekursor) menjadi produk akhir menyusun suatu jalur biosintesis. Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang mengkatalis langkah-langkah dalam suatu jalur bersama (Crowder,1997).
Epistasis-hipostasis merupakan suatu peristiwa gen dominan menutupi pengaruh gen dominan lain yang bukan alelnya. Gen yang menutupi disebut epistasis, dan yang ditutupi disebut hipostasis. Epistasis dibedakan menjadi 3, yaitu :
a.       Epistasis dominan
Peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Perbandingan fenotipe pada generasi F2 dengan adanya epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1. Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh besar (Cucurbita pepo). Hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna kuning dan alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi. Persilangan antara waluh putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy) menghasilkan nisbah fenotipe generasi F2 dengan perbandingan 12:3:1
b.      Epistasis Resesif
Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F 2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 4. Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit, yaitu gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan albino (aacc) menghasilkan perbandingan fenotip 9:3:4.
c.       Epistasis Dominan dan Resesif
Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada generasi F 2 . Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu ayam ras. Hal ini terdapat pasangan gen I, yang menghalangi pigmentasi, dan alelnya, i, yang tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C, yang menimbulkan pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan terhadap C dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i.
d.      Kriptomeri
Kriptomeri adalah peristiwa suatu faktor dominan yang baru tampak pengaruhnya apabila bertemu dengan faktor dominan lain yang bukan alelnya. Faktor dominan ini seolah-olah tersembunyi (kriptos). Seperti percobaan Correns pada tumbuhan Linaria maroccana berbunga merah galur murni dengan yang berbunga putih juga galur murni. Persilangan tersebut diperoleh F1 semua berbunga ungu, sedangkan F2 terdiri atas tanaman debgan perbandingan ungu: merah: putih = 9: 3: 4. Warna bunga linaria (ungu, merah dan putih) ditentukan oleh pigmen hemosianin yang terdapat dalam plasma sel dan sifat keasaman plasma sel. Pigmen hemosianin akan menampilkan warna merah dalam plasma atau air sel yang bersifat asam dan akan menampilkan warna ungu pada plasma sel yang bersifat basa. Warna bunga linaria maroccana ditentukan oleh ekspresi gen-gen sebagai berikut:
a). Gen A, menentukan ada bahan dasar pigmen antosianin
b). Gen a, menentukan tidak ada bahan dasar pigmen antosianin
c). Gen B, menentukan suasana basa pada plasma sel
d). Gen b, menentukan suasana asam pada plasma sel
Persilangan antara Linaria maroccana bunga merah dengan bunga putih menghasilkan keturunan seperti dijelaskan pada diagram berikut:
P1 : AAbb (merah) >< aaBB (putih)
Gamet : Ab aB
F1 : AaBb (Ungu) (ada pigmen antosianin (A) dalam basa (B) )
P2 : AaBb (ungu) >< AaBb (ungu)
Gamet : AB, Ab, aB, ab AB, Ab, aB, ab
F2 : AABB (ungu) AABb (ungu) AaBB (ungu) AaBb (ungu)  AABb (ungu) AAbb (merah) AaBb (ungu) Aabb (merah) AaBB (ungu) AaBb (ungu) aaBB (putih) aaBb (putih) ab AaBb (ungu) Aabb (merah) aaBb (putih) aabb (merah)
Rasio fenotif F2 = ungu : putih : merah = 9: 4 : 3.
e.       Interaksi beberapa Pasangan Gen Alela
Selain mengalami berbagai modifikasi nisbah fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Hal ini terdapat empat macam bentuk jengger ayam, yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal. Persilangan ayam berjengger mawar dengan ayam berjengger kacang menghasilkan keturunan dengan bentuk jengger yang sama sekali berbeda dengan bentuk jengger kedua tetuanya. Ayam hibrid (hasil persilangan) ini memiliki jengger berbentuk walnut. Selanjutnya, apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh generasi F 2 dengan nisbah fenotipe walnut : mawar : kacang : tunggal = 9 : 3 : 3 : 1. Dari nisbah fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya tidak pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya fenotipe ini, dan juga fenotipe walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua pasang gen nonalelik yang berinteraksi untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan oleh fenotipe mawar dan fenotipe kacang. gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe mawar adalah R, sedangkan gen untuk fenotipe kacang adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk mawar, rrP- untuk kacang, R-P- untuk walnut, dan rrpp untuk tunggal.
f.       Polimeri
Polimeri adalah peristiwa dengan beberapa sifat beda yang berdiri sendiri memengaruhi bagian yang sama dari suatu individu. Peristiwa Polimeri pertama kali dilaporkan oleh Nelson-Ehle, melalui percobaan persilangan antara gandum berbiji merah dengan gandum berbiji putih. Pada penyilangan antara gandum berbiji merah (M 1 M 1 M 2 M 2 ) dan gandum berbiji putih (m 1 m 1 m 2 m 2 ), dihasilkan F1 semua gandum berbiji merah, maka ratio prbandingan fenotip F2 adalah sebagai berikut:
P1 : M 1 M 1 M 2 M 2 (merah) ><   m 1 m 1 m 2 m 2 (putih)
Gamet : M 1 M 2 m 1 m 2
F1 : M 1 m 1 M 2 m 2 (merah)  (artinya: M 1 dan M 2 memunculkan warna merah)
P2 : M 1 m 1 M 2 m 2 (merah) >< M 1 m 1 M 2 m 2 (merah)
Gamet : M1M2, M1m2, m1M2, m1m2, M1M2, M1m2 , m1M2 , m1m2
F2 : M1M1M2M2 (merah) M1M1M2m2 (merah) M1m1M2M2 (merah) M1m1M2m2 (merah) M 1 m 2 M1M1M2m2  (merah) M1M1m2m2 (merah) M1m1M2m2 (merah) M1m1m2m2 (merah) m 1 M 2 M1m1M2M2 (merah) M1m1M2m2 (merah) m1m1M2M2 (merah) m1m1M2m2 (merah) M1m1M2m2 (merah) M1m1m2m2 (merah) m1m1M2m2 (merah) m1m1m2m2 (putih)
Rasio fenotif F2: Merah : putih = 15 : 1.
g.      Gen Koplementer
Komplementer adalah peristiwa dua gen dominan saling memengaruhi atau melengkapi dalam mengekspresikan suatu sifat. Diketahui C (gen penumbuh bahan mentah pigmen), c (gen tidak mampu menumbuhkan bahan mentah pigmen), R (gen penumbuh enzim pigmentasi kulit ), dan r (gen tidak mampu menumbuhkan enzim pigmentasi kulit ). Jika disilangkan induk berwarna (CCRR) dengan tidak berwarna (ccrr), maka akan dihasilkan keturunan 100% berwarna (Kimball,1987).
Hasil praktikum menguji epistasis dominan dengan menggunakan kacing berwarna hitam, hijau dan kuning. Pengambilan dilakukan sebanyak 90x disimpulkan bahwa X2tabel(5,99) < X2hit(12,33) artinya observasi tidak sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan (12 : 3 : 1), serta kesimpulan dengan pengambilan 160x menyatakan X2tabel(5,99) > X2hit(0,31) maka observasi sesuai atau signifikan dengan penyimpangan hukum Mendel menguji epistasis dominan yang mempunyai rasio (12 : 3 : 1).
Pengujian pada epistasis resesif menggunakan kancing berwarna hitam, kuning dan pink, dengan pengambilan 90x disimpulkan bahwa X2tabel(5,99) > X2hit(0,78) artinya observasi sesuai atau signifikan dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif (9 : 3 : 4), serta kesimpulan dengan pengambilan 160x menyatakan X2tabel(5,99) > X2hit(2,05) maka observasi sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif (9 : 3 : 4).
Pengujian epistasis dominan resesif menggunakan kancing berwarna merah dan kuning dengan pengambilan sebanyak 90x disimpulkan bahwa X2tabel(3,84) > X2hit(0,37) artinya observasi sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel dominan resesif (13 : 3), serta kesimpulan dengan pengambilan 160x menyatakan X2tabel(3,84) > X2hit(0,309) maka observasi sesuai atau signifikan dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan resesif (13 : 3).
Pengujian epistasis dominan duplikat menggunakan kancing berwarna hitam dan pink dengan pengambilan 90x disimpulkan bahwa X2tabel(3,84) > X2hit(1,138) artinya observasi sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan duplikat (15 : 1), serta kesimpulan dengan pengambilan 160x menyatakan X2tabel(3,84) > X2hit(0,02895) maka observasi sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan duplikat (15 : 1) .
Pengujian epistasis resesif duplikat menggunakan kancing berwarna kuning dan hijau dengan pengambilan 90x disimpulkan bahwa X2tabel(3,84) > X2hit(0,493) artinya observasi sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif duplikat (9 : 7), serta kesimpulan dengan pengambilan 160x menyatakan X2tabel(3,84) < X2hit(0,638) maka observasi sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif duplikat (9 : 7).
Pengujian epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif menggunakan kancing berwarna hitam, pink dan merah pengambilan 90x disimpulkan bahwa X2tabel(5,99) > X2hit(1,55) artinya observasi sesuai atau signifikan dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif (9 : 6 : 1), serta kesimpulan dengan pengambilan 160x menyatakan X2tabel(5,99) > X2hit(2,68) maka observasi sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif (9 : 6 : 1).
Berdasarkan hasil dari praktikum yang telah dilakukan, penyimpangan hukum mendel tidak selalu dapat terjadi. Hal tersebut sesuai dengan praktikum yang telah dilakukan dengan pengambilan kancing warna. Data dari pengambilan kancing warna yang keadaannya homogen dilakukan pengambilan sebanyak 90x dan 160x. Data yang dihasilkan dari pengambilan kancing warna tersebut diuji menggunakan uji Chi square sesuai dengan perbandingan macam-macam penyimpangan Hukum Mendel. Hasil yang didapatkan lebih banyak yang signifikan artinya pengamatan sesuai dengan penyimpangan Hukum Mendel, berarti penyimpangan Hukum Mendel selalu dapat terjadi.
Hasil pengujian dari epistasis dominan, epistasis resesif, epistasis dominan resesif, epistasis dominan duplikat, epistasis resesif duplikat, epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif terdapat data yang tidak sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel, Hal ini mungkin disebabkan oleh kekeliruan dalam pencatatan warna kancing yang diambil atau bisa juga disebabkan pada saat pengambilan kancing yang tidak melalui proses pengocokkan terlebih dahulu. Faktor yang mempengaruhi interaksi gen adalah lingkungan, kelamin, spesies, fisiologis, genetik, dan faktor-faktor lainnya. Interaksi antar gen (intergenik) akan menyebabkan peristiwa epistasis yaitu penutupan ekspresi oleh pasangan gen lain (Suryo, 1984).
   Menurut literatur hipotesis akan diterima jika nilai X2 hitungnya lebih kecil dari nilai X2 tabel yang artinya pengambilan sesuai dengan perbandingan yang telah ditetapkan. Tidak semua pengambilan kancing sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel yang merupakan peragaan sederhana dari peristiwa-peristiwa epistasis sesuai dengan perbandingan atau nisbah yang telah ditetapkan baik pengambilan sebanyak 90X maupun 160X. Sebuah atau sepasang gen yang menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang epistasis. Gen yng dikalahkan ekspresinya dinamakan gen hipostasis (Suryo, 1984)
V.  KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
1.      Penyimpangan hukum Mendel merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotif yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendel, meskipun sebenarnya rasio fenotif yang diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotif  Hukum Mendel semula.
2.      Interaksi gen adalah penyebab penyimpangan hukum Mendel yaitu tidak melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik.
3.      Penyimpangan hukum Mendel, dapat berupa epistasis hipostasis, polimeri, kriptomeri, dan adanya gen komplementer.  

B.     Saran
Sebaiknya saat melakukan praktikum, sesuai dengan prosedur kerja yang telah dijelaskan agar praktikum dapat berjalan lancer dan sesuai dengan apa yang diinginkan



DAFTAR PUSTAKA
Crowder, L. V. 1997. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta ; Gajah Mada University Press

Kimball, John W. 1987. Biologi. Jakarta ; Erlangga

Stansfield, D. William .199.Genetika. Jakarta ; Erlangga

Suryati, Dotti. 2007. Penuntun Pratikum Genetika Dasar. Laboratorium Agronomi Universitas Bengkulu, Bengkulu.

Suryo . 1986 . Genetika Manusia. Yogyakarta ; Gadjahmada University Press

Suryo, H. 1984. Sitogenetika Srata 1. Yogyakarta ; Gajah Mada University Press.

Tim Dosen Genetika Dasar . 2010. Genetika Dasar.  Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNIMED ; Medan.

Welsh, James R and Johanis P. Mogea. 1991. Dasar – Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta ; Erlangga

Yatim, Wildan. 1996. Genetika. Bandung ; Tarsito








LAMPIRAN








Nilai dari Teknologi Mekanisasi Pertanian (combine harvester) di Desa Waiketam Baru, Kec. Bula Barat, Kab. Seram Bagian Timur

  Nilai dari Teknologi Mekanisasi Pertanian (combine harvester) di Desa Waiketam Baru, Kec. Bula Barat, Kab. Seram Bagian Timur   1.  Gambar...