I. PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Hukum Mendel
merupakan dasar dari perwarisan sifat, namun penelitian lebih lanjut menemukan
bahwa banyak gen yang tidak sesuai hukum Mendel. Jika perbandingan fenotipe F2
hasil persilangan monohibrid dan dihibrid berdasarkan hukum Mendel adalah 3:1
dan 9:3:3:1, penelitian lain menghasilkan perbandingan F2 yang berbeda.
Penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh adanya
interaksi antar gen. Interaksi tersebut menghasilkan perbandingan fenotipe yang
menyimpang dari hukum Mendel. Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan bentuk
persilangan yang menghasilkan rasio fenotif yang berbeda dengan dasar dihibrid
menurut hukum Mendel, meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotif yang
diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotif Hukum Mendel semula. Bagi pemulia tanaman
mempelajari penyimpangan Hukum Mendel merupakan suatu keharusan karena Hukum
Mendel adalah hukum genetika, oleh karena itu pada laporan ini akan membahas
mengenai penyimpangan Hukum Mendel.
B.
Tujuan
Tujuan
dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui penyimpangan Hukum
Mendel.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Persilangan
dihibrid yaitu persilangan dengan dua sifat beda sangat berhubungan dengan
hukum Mendel II yang berbunyi “independent assortment of genes” atau
pengelompokan gen secara bebas. Hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet, gen
sealel secara bebas pergi ke masing-masing kutub ketika meiosis. Hukum Mendel II
disebut juga hukum asortasi. Mendel menggunakan kacang ercis untuk dihibrid,
yang pada bijinya terdapat dua sifat beda, yaitu soal bentuk dan warna biji. B
untuk biji bulat, b untuk biji kisut, K untuk warna kuning dan k untuk warna
hijau. Jika tanaman ercis biji bulat kuning homozigot (BBKK) disilangkan dengan
biji kisut hijau (bbkk), maka semua tanaman F1 berbiji bulat kuning. Apabila
tanaman F1 ini dibiarkan menyerbuk kembali, maka tanaman ini akan membentuk
empat macam gamet baik jantan ataupun betina masing-masing dengan kombinasi BK,
Bk,Bk, bk. Akibatnya turunan F2 dihasilkan 16 kombinasi.yang terdiri dari empat
macam fenotip, yaitu 9/16 bulat kuning, 3/16 bulat hijau, 3/16 kisut kuning dan
1/16 kisut hijau. Dua diantara fenotip itu serupa dengan induknya semula dan
dua lainnya merupakan fariasi baru (Kimballm, 1987).
Beberapa gen
yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain, digunakan untuk menumbuhkan
karakter. Gen- gen itu mungkin terdapat pada kromosom sama (berangkai), mungkin
pula pada kromosom berbeda. Setelah penemuan Mendel dan penelitian awal tentang
pewarisan sifat secara bebas, diketahui bahwa tidak semua keturunan yang
bersegregasi dapat dipisahkan menjadi kelas-kelas yang jelas dengan nisbah yang
sederhana. Keragaman nisbah genetika Mendel ini dapat dijelaskan berdasarkan
adanya interaksi gen (Crowder, 1993).
Peristiwa dua
gen atau lebih yang bekerjasama atau menghalang-halangi dalam memperlihatkan
fenotipe, disebut interaksi gen. Interaksi gen mula-mula ditemukan oleh William
Bateson (1861-1926) dan R. C. Punnet (1906) pada bentuk pial (jengger) ayam.
Karena ada interaksi maka perbandingan fenotipe keturunan hibrid menyimpang
dari penemuan Mendel, disebut juga penyimpangan Hukum Mendel. Peristiwa penyimpangan
persilangan monohibrid dominan resesif menghasilkan F2 dengan perbandingan
dominan : resesif 3 : 1, sedangkan dihibrida akan menghasilkan perbandingan 9 :
3 : 3 : 1. Kasus tertentu, perbandingan tersebut tidak tepat sama dengan
perbandingan tersebut. Misalnya, persilangan monohibrida menghasilkan
perbandingan 1 : 2 :1, sedangkan persilangan dihibrida menghasilkan
perbandingan 9 : 6 : 1 (Gen duplikat dengan efek kumulatif) atau 15 : 1
(Polimeri atau Epistasis dominan duplikat). Jika menurut Mendel fenotipe F2 itu
ada 4 kelas, tetapi karena ada interaksi susut menjadi 2 atau 3 kelas (Yatim,
1986).
Prinsip Hukum
Mendel Hukum-hukum mendel merupakan prinsip dasar genetika, hukum Mendel terdiri
atas 2 hukum, yaitu:
1. Hukum Mendel I
a. Peristiwa
pembentukan sel kelamin (gamet), pasangan-pasangan alel a memisah secara bebas.
b. Berlaku untuk
pembastaran dengan satu sifat beda (monohibridisasi), baik dominansi maupun
intermediet.
2. Hukum Mendel II (Hukum Kebebasan
Mendel = Prinsip berpasang-pasangan secara bebas)
a. Peristiwa
pembentukan gamet, alel-alel mengadakan kombinasi secara bebas sehingga
kombinasi sifat-sifat yang muncul dalam keturunannya beraneka ragam.
b. Berlaku untuk pembastaran dengan dua
sifat beda (dihibridisasi) atau lebih, baik dominansi maupun intermediet (
Yatim,1986 ).
Menentukan
fenomena terutama yang berkaitan dengan
peristiwa penyimpangan hukum Mendel yang diamati sesuai atau tidak dengan teori
tertentu, perlu dilakukan suatu pengujian dengan melihat besarnya penyimpangan
nilai pengamatan terhadap nilai harapan. Selanjutnya besarnya penyimpangan
tersebut dibandingkan terhadap kriteria model tertentu. Percobaan persilangan
akan dibandingkan frekuensi genotip yang diamati terhadap frekuensi harapannya
dengan menggunakan rumus sebagai berikut, untuk fo merupakan bentuk lain dari O
(nilai observasi), sedangkan fe merupakan bentuk lain dari E (Expectation atauharapan). Jika nilai X2 hitung
lebih kecil dari nilai X2 tabel maka hipotesis diterima, berlaku
juga sebaliknya (Welsh,1991).
III. METODE PRAKTIKUM
A.
Bahan
dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu
kantong plastik dan kancing warna. Alat yang digunakan adalah lembar pengamatan
dan alat tulis.
B.
Prosedur
kerja
1. Satu
kantong plastik berisi kancing warna diambil, kemudian dikocok hingga homogen.
2. Satu
butir kancing diambil lalu warnanya dicatat.
3. Pengambilan
kancing dilakukan 90x dan 160x, kemudian dicatat pada lembar pengamatan yang
disediakan pada saat praktikum.
4. Data
dianalisi dengan uji X2.
5. Kode
kantong dibagian atas dicantumkan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Tabel 16. Perhitungan
X2 90X Pengambilan Kancing.
|
|
Karakteristik yang Diamati
|
|
Jumlah
|
|
|
Hitam
|
Pink
|
Merah
|
||
|
Observasi (O)
|
47
|
39
|
4
|
90
|
|
Harapan (E)
|
|
|
|
90
|
|
(O-E)2
|
( 47 - 50,63 )2
|
( 39 – 33,75 )2
|
( 4 – 5,62
)2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
X2
|
0,26
|
0,81
|
0,48
|
1,55
|
X2
tabel = 5,99
X2 hitung = 1,55
X2
hitung < X2 tabel
Kesimpulan
: percobaan sesuai atau signifikan sesuai dengan epistasis gen duplikat dengan
efek kumulatif ( perbandingan 9 : 6 : 1 )
Tabel 17. Perhitungan X2 160X
Pengambilan Kancing.
|
|
Karakteristik yang Diamati
|
|
Jumlah
|
|
|
Hitam
|
Pink
|
Merah
|
||
|
Observasi(O)
|
94
|
61
|
5
|
160
|
|
Harapan (E)
|
|
|
|
160
|
|
(O-E)2
|
( 94 – 90 )2
|
( 61 - 60 )2
|
( 5 - 10 )2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
X2
|
0,17
|
0,01
|
2,5
|
2,68
|
X2
tabel = 5,99
X2
hitung = 2,68
X2
hitung < X2 tabel
Kesimpulan
: percobaan sesuai atau signifikan sesuai epistasis gen duplikat dengan efek
kumulatif ( perbandingan 9 : 6 : 1 )
B.
Pembahasan
Interaksi
antargen adalah penyebab penyimpangan semu hukum Mendel, dapat berupa epistasis
hipostasis, polimeri, kriptomeri, dan adanya gen komplementer. Interaksi gen
adalah penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi
nisbah fenotip, tetapi menimbulkan fenotip-fenotip yang merupakan hasil kerja
sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Selain terjadi interaksi antar
alel, interaksi juga dapat terjadi secara genetik. Selain mengalami berbagai
modifikasi rasio fenotip karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat
pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi
rasio fenotip, tetapi menimbulkan fenotip-fenotip yang merupakan hasil kerja
sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan
interaksi gen (Suryo, 2001).
Peristiwa
interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet setelah
mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Menurut William D.
Stansfield (1991) fenotip adalah hasil produk gen yang dibawa untuk
diekspresikan ke dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini tidak hanya meliputi
berbagai faktor eksternal seperti temperatur dan banyaknya suatu kualitas
cahaya, sedangkan faktor internalnya meliputi hormon dan enzim. Gen merinci
struktur protein. Semua enzim yang diketahui adalah protein. Enzim melakukan
fungsi katalis, yang menyebabkan pemecahan atau penggabungan berbagai molekul.
Semua reaksi kimiawi yang terjadi di dalam sel merupakan persoalan metabolisme.
Reaksi – reaksi ini merupakan reaksi pengubahan bertahap satu substansi menjadi
substansi lain, setiap langkah (tahap) diperantarai oleh suatu enzim spesifik.
Semua langkah yang mengubah substansi pendahulu (prekursor) menjadi produk
akhir menyusun suatu jalur biosintesis. Interaksi gen terjadi bila dua atau
lebih gen mengekspresikan protein enzim yang mengkatalis langkah-langkah dalam
suatu jalur bersama (Crowder,1997).
Epistasis-hipostasis
merupakan suatu peristiwa gen dominan menutupi pengaruh gen dominan lain yang
bukan alelnya. Gen yang menutupi disebut epistasis, dan yang ditutupi disebut
hipostasis. Epistasis dibedakan menjadi 3, yaitu :
a. Epistasis
dominan
Peristiwa
epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang
bukan alelnya. Perbandingan fenotipe pada generasi F2 dengan adanya epistasis
dominan adalah 12 : 3 : 1. Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya
pada pewarisan warna buah waluh besar (Cucurbita
pepo). Hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna kuning dan
alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang
menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi. Persilangan
antara waluh putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy) menghasilkan nisbah fenotipe
generasi F2 dengan perbandingan 12:3:1
b. Epistasis
Resesif
Peristiwa
epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain
yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F 2 akan diperoleh
nisbah fenotipe 9 : 3 : 4. Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada
pewarisan warna bulu mencit (Mus musculus).
Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit, yaitu gen A
menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C
menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan
antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan albino (aacc) menghasilkan perbandingan
fenotip 9:3:4.
c. Epistasis
Dominan dan Resesif
Epistasis
dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis
terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari
pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini
menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada generasi F 2 . Contoh peristiwa
epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu ayam ras. Hal
ini terdapat pasangan gen I, yang menghalangi pigmentasi, dan alelnya, i, yang
tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C, yang menimbulkan
pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan
terhadap C dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i.
d. Kriptomeri
Kriptomeri adalah peristiwa suatu faktor
dominan yang baru tampak pengaruhnya apabila bertemu dengan faktor dominan lain
yang bukan alelnya. Faktor dominan ini seolah-olah tersembunyi (kriptos).
Seperti percobaan Correns pada tumbuhan Linaria maroccana berbunga merah galur
murni dengan yang berbunga putih juga galur murni. Persilangan tersebut
diperoleh F1 semua berbunga ungu, sedangkan F2 terdiri atas tanaman debgan
perbandingan ungu: merah: putih = 9: 3: 4. Warna bunga linaria (ungu, merah dan
putih) ditentukan oleh pigmen hemosianin yang terdapat dalam plasma sel dan
sifat keasaman plasma sel. Pigmen hemosianin akan menampilkan warna merah dalam
plasma atau air sel yang bersifat asam dan akan menampilkan warna ungu pada
plasma sel yang bersifat basa. Warna bunga linaria maroccana ditentukan oleh
ekspresi gen-gen sebagai berikut:
a).
Gen A, menentukan ada bahan dasar pigmen antosianin
b).
Gen a, menentukan tidak ada bahan dasar pigmen antosianin
c).
Gen B, menentukan suasana basa pada plasma sel
d).
Gen b, menentukan suasana asam pada plasma sel
Persilangan
antara Linaria maroccana bunga merah dengan bunga putih menghasilkan keturunan
seperti dijelaskan pada diagram berikut:
P1
: AAbb (merah) >< aaBB (putih)
Gamet
: Ab aB
F1
: AaBb (Ungu) (ada pigmen antosianin (A) dalam basa (B) )
P2
: AaBb (ungu) >< AaBb (ungu)
Gamet
: AB, Ab, aB, ab AB, Ab, aB, ab
F2
: AABB (ungu) AABb (ungu) AaBB (ungu) AaBb (ungu) AABb (ungu) AAbb (merah) AaBb (ungu) Aabb (merah)
AaBB (ungu) AaBb (ungu) aaBB (putih) aaBb (putih) ab AaBb (ungu) Aabb (merah)
aaBb (putih) aabb (merah)
Rasio
fenotif F2 = ungu : putih : merah = 9: 4 : 3.
e. Interaksi
beberapa Pasangan Gen Alela
Selain mengalami berbagai modifikasi
nisbah fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula
penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi nisbah
fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama
atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa interaksi gen pertama kali
dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet setelah mereka mengamati pola
pewarisan bentuk jengger ayam. Hal ini terdapat empat macam bentuk jengger
ayam, yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal. Persilangan ayam berjengger
mawar dengan ayam berjengger kacang menghasilkan keturunan dengan bentuk
jengger yang sama sekali berbeda dengan bentuk jengger kedua tetuanya. Ayam
hibrid (hasil persilangan) ini memiliki jengger berbentuk walnut. Selanjutnya,
apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh
generasi F 2 dengan nisbah fenotipe walnut : mawar : kacang : tunggal = 9 : 3 :
3 : 1. Dari nisbah fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang
sebelumnya tidak pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya
fenotipe ini, dan juga fenotipe walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua
pasang gen nonalelik yang berinteraksi untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua
pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan oleh fenotipe mawar dan fenotipe
kacang. gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe mawar adalah R,
sedangkan gen untuk fenotipe kacang adalah P, maka keempat macam fenotipe
tersebut masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk mawar, rrP- untuk
kacang, R-P- untuk walnut, dan rrpp untuk tunggal.
f. Polimeri
Polimeri adalah peristiwa dengan
beberapa sifat beda yang berdiri sendiri memengaruhi bagian yang sama dari
suatu individu. Peristiwa Polimeri pertama kali dilaporkan oleh Nelson-Ehle,
melalui percobaan persilangan antara gandum berbiji merah dengan gandum berbiji
putih. Pada penyilangan antara gandum berbiji merah (M 1 M 1 M 2 M 2 ) dan
gandum berbiji putih (m 1 m 1 m 2 m 2 ), dihasilkan F1 semua gandum berbiji
merah, maka ratio prbandingan fenotip F2 adalah sebagai berikut:
P1
: M 1 M 1 M 2 M 2 (merah) >< m 1
m 1 m 2 m 2 (putih)
Gamet
: M 1 M 2 m 1 m 2
F1
: M 1 m 1 M 2 m 2 (merah) (artinya: M 1
dan M 2 memunculkan warna merah)
P2
: M 1 m 1 M 2 m 2 (merah) >< M 1 m 1 M 2 m 2 (merah)
Gamet
: M1M2, M1m2, m1M2, m1m2, M1M2, M1m2 , m1M2 , m1m2
F2
: M1M1M2M2 (merah) M1M1M2m2 (merah) M1m1M2M2 (merah) M1m1M2m2 (merah) M 1 m 2
M1M1M2m2 (merah) M1M1m2m2 (merah)
M1m1M2m2 (merah) M1m1m2m2 (merah) m 1 M 2 M1m1M2M2 (merah) M1m1M2m2 (merah)
m1m1M2M2 (merah) m1m1M2m2 (merah) M1m1M2m2 (merah) M1m1m2m2 (merah) m1m1M2m2
(merah) m1m1m2m2 (putih)
Rasio
fenotif F2: Merah : putih = 15 : 1.
g. Gen
Koplementer
Komplementer adalah peristiwa dua gen
dominan saling memengaruhi atau melengkapi dalam mengekspresikan suatu sifat.
Diketahui C (gen penumbuh bahan mentah pigmen), c (gen tidak mampu menumbuhkan
bahan mentah pigmen), R (gen penumbuh enzim pigmentasi kulit ), dan r (gen
tidak mampu menumbuhkan enzim pigmentasi kulit ). Jika disilangkan induk
berwarna (CCRR) dengan tidak berwarna (ccrr), maka akan dihasilkan keturunan
100% berwarna (Kimball,1987).
Hasil praktikum menguji epistasis dominan dengan
menggunakan kacing berwarna hitam, hijau dan kuning. Pengambilan dilakukan
sebanyak 90x disimpulkan bahwa X2tabel(5,99) < X2hit(12,33)
artinya observasi tidak sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis
dominan
(12 : 3 : 1), serta kesimpulan dengan pengambilan 160x menyatakan X2tabel(5,99)
> X2hit(0,31) maka observasi sesuai atau
signifikan
dengan penyimpangan hukum Mendel menguji epistasis dominan yang mempunyai rasio
(12 : 3 : 1).
Pengujian pada epistasis resesif menggunakan
kancing berwarna hitam, kuning dan pink, dengan pengambilan 90x disimpulkan
bahwa X2tabel(5,99) > X2hit(0,78)
artinya observasi sesuai atau signifikan dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis
resesif
(9 : 3 : 4), serta kesimpulan dengan pengambilan 160x menyatakan X2tabel(5,99)
> X2hit(2,05) maka observasi sesuai dengan
penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif (9 : 3 : 4).
Pengujian epistasis dominan resesif
menggunakan kancing berwarna merah dan kuning dengan pengambilan sebanyak 90x
disimpulkan bahwa X2tabel(3,84) > X2hit(0,37)
artinya observasi sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel dominan
resesif
(13 : 3), serta kesimpulan dengan pengambilan 160x menyatakan X2tabel(3,84)
> X2hit(0,309) maka observasi sesuai atau
signifikan
dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan resesif (13 : 3).
Pengujian epistasis dominan duplikat
menggunakan kancing berwarna hitam dan pink dengan pengambilan 90x disimpulkan
bahwa X2tabel(3,84) > X2hit(1,138)
artinya observasi sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis
dominan duplikat
(15 : 1), serta kesimpulan dengan pengambilan 160x menyatakan X2tabel(3,84)
> X2hit(0,02895) maka observasi sesuai dengan
penyimpangan hukum Mendel epistasis dominan duplikat (15 : 1) .
Pengujian epistasis resesif duplikat
menggunakan kancing berwarna kuning dan hijau dengan pengambilan 90x
disimpulkan bahwa X2tabel(3,84) > X2hit(0,493)
artinya observasi sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis
resesif duplikat
(9 : 7), serta kesimpulan dengan pengambilan 160x menyatakan X2tabel(3,84)
< X2hit(0,638) maka observasi sesuai dengan
penyimpangan hukum Mendel epistasis resesif duplikat (9 : 7).
Pengujian epistasis gen duplikat
dengan efek kumulatif menggunakan kancing berwarna hitam, pink dan merah
pengambilan 90x disimpulkan bahwa X2tabel(5,99) > X2hit(1,55)
artinya observasi sesuai atau signifikan dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis gen
duplikat dengan efek kumulatif (9 : 6 : 1), serta kesimpulan dengan pengambilan 160x
menyatakan X2tabel(5,99) > X2hit(2,68)
maka observasi sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel epistasis gen
duplikat dengan efek kumulatif (9 : 6 : 1).
Berdasarkan
hasil dari praktikum yang telah dilakukan, penyimpangan hukum mendel tidak
selalu dapat terjadi. Hal tersebut sesuai dengan praktikum yang telah dilakukan
dengan pengambilan kancing warna. Data dari pengambilan kancing warna yang
keadaannya homogen dilakukan pengambilan sebanyak 90x dan 160x. Data yang
dihasilkan dari pengambilan kancing warna tersebut diuji menggunakan uji Chi square sesuai dengan perbandingan
macam-macam penyimpangan Hukum Mendel. Hasil yang didapatkan lebih banyak yang
signifikan artinya pengamatan sesuai dengan penyimpangan Hukum Mendel, berarti
penyimpangan Hukum Mendel selalu dapat terjadi.
Hasil pengujian dari epistasis dominan, epistasis resesif,
epistasis dominan resesif, epistasis dominan duplikat, epistasis resesif
duplikat, epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif terdapat data yang tidak
sesuai dengan penyimpangan hukum Mendel, Hal ini mungkin disebabkan oleh
kekeliruan dalam pencatatan warna kancing yang diambil atau bisa juga
disebabkan pada saat pengambilan kancing yang tidak melalui proses pengocokkan
terlebih dahulu. Faktor yang mempengaruhi interaksi gen adalah lingkungan,
kelamin, spesies, fisiologis, genetik, dan faktor-faktor lainnya. Interaksi
antar gen (intergenik) akan menyebabkan peristiwa epistasis yaitu penutupan
ekspresi oleh pasangan gen lain (Suryo, 1984).
Menurut
literatur hipotesis akan diterima jika nilai X2 hitungnya lebih
kecil dari nilai X2 tabel yang artinya pengambilan sesuai dengan
perbandingan yang telah ditetapkan. Tidak semua pengambilan kancing sesuai
dengan penyimpangan hukum Mendel yang merupakan peragaan sederhana dari
peristiwa-peristiwa epistasis sesuai dengan perbandingan atau nisbah yang telah
ditetapkan baik pengambilan sebanyak 90X maupun 160X. Sebuah atau sepasang gen
yang menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya dinamakan gen yang
epistasis. Gen yng dikalahkan ekspresinya dinamakan gen hipostasis (Suryo,
1984)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1. Penyimpangan
hukum Mendel merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotif yang
berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendel, meskipun sebenarnya rasio
fenotif yang diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotif Hukum Mendel semula.
2. Interaksi
gen adalah penyebab penyimpangan hukum Mendel yaitu tidak melibatkan modifikasi
nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe hasil kerja sama atau
interaksi dua pasang gen nonalelik.
3. Penyimpangan
hukum Mendel, dapat berupa epistasis hipostasis, polimeri, kriptomeri, dan
adanya gen komplementer.
B.
Saran
Sebaiknya saat
melakukan praktikum, sesuai dengan prosedur kerja yang telah dijelaskan agar
praktikum dapat berjalan lancer dan
sesuai dengan apa yang diinginkan
DAFTAR
PUSTAKA
Crowder,
L. V. 1997. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta
; Gajah Mada University Press
Kimball, John W. 1987. Biologi. Jakarta ; Erlangga
Stansfield, D. William .199.Genetika. Jakarta ;
Erlangga
Suryati,
Dotti. 2007. Penuntun Pratikum Genetika
Dasar. Laboratorium Agronomi Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Suryo . 1986 . Genetika Manusia. Yogyakarta ; Gadjahmada
University Press
Suryo, H. 1984. Sitogenetika Srata 1.
Yogyakarta ; Gajah Mada University Press.
Tim
Dosen Genetika Dasar . 2010. Genetika
Dasar. Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNIMED ; Medan.
Welsh,
James R and Johanis P. Mogea. 1991. Dasar
– Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta ; Erlangga
Yatim, Wildan. 1996. Genetika. Bandung ; Tarsito
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar